HelferPhoto

Kumpulan Materi Pelajaran

Memahami Pancasila Sebagai Pandangan Hidup dan Budaya Bangsa


Pancasila Sebagai Pandangan Hidup - Pancasila bukanlah sekedar dasar negara Indonesia yang berfungsi sebagai landasan hukum negara, cita-cita bangsa, komitmen bersama, dan dasar penyelenggaraan negara, pancasila juga berfungsi sebagai pandangan hidup yang bisa diaplikasikan dalam keseharian dalam rangka menciptakan kehidupan yang harmonis antar sesama warga negara Indonesia.

Mengingat hal ini merupakan hal yang penting, maka artikel kali ini mengangkat tema pancasila sebagai pandangan hidup.

Dalam pembahasannya, tema ini akan dibagi menjadi tiga sub pembahasan utama, yakni pancasila dan budaya bangsa, menafsir makna 5 sila dalam pancasila dan peran pancasila dalam keseharian; pandangan hidup. Kamu bisa lihat daftar isi dibawah ini:

Artikel ini sekaligus merupakan pelengkap dari artikel kami yang lain yang dengan tema pancasila sebagai dasar negara sehingga jika teman-teman juga berkenan membaca artikel tersebut, maka teman-teman akan mendapatkan informasi tambahan terkait dengan pancasila.

Baiklah, tanpa berpanjang lebar lagi, selamat membaca artikel ini selengkapnya.

Pancasila dan Budaya Bangsa

via pinterest.com

Indonesia, dari Sabang sampai Merauke, memiliki ribuan pulau dengan penduduk yang beragam.

Segala bentuk perbedaan yang ada antar masyarakat dengan berbagai latar belakang budaya yang berbeda dinaungi dan dipersatukan melalui pancasila sebagai dasar negara.

Namun apakah pancasila hanya sebatas dasar negara yang berfungsi untuk kepentingan penyelenggaraan negara semata?

Tentu tidak.

Pancasila memiliki nilai-nilai luhur yang berakar dari budaya-budaya bangsa yang berbeda-beda dan oleh karenanya menjalani kehidupan sehari-hari dengan berpedoman pada nilai-nilai dalam pancasila merupakan salah satu bentuk manifestasi untuk mewujudkan cita-cita bangsa sebagaimana telah dituliskan dalam lima sila dalam pancasila.

Pancasila sendiri berasal dari bahasa sansekerta, yaitu panca dan sila. Panca berarti lima dan sila merupakan asas atau paham.

Sebagai paham, tentunya pancasila ini bersifat ideologis dan oleh sebab itulah pancasila disebut juga sebagai ideologi negara.

Pancasila hadir bersamaan dengan lambang negara yang lain, yakni burung garuda serta satu semboyan, yakni Bhineka Tunggal Ika.

Baik burung garuda dan frasa Bhineka Tunggal Ika juga berasal dari budaya nusantara pada era Hindu ketika saat itu bahasa sansekerta masih menjadi bahasa dominan.

Tidak bisa dipungkiri bahwa dalam sejarah bangsa Indonesia, peradaban besar pertama kali hadir sebagai zaman Hindu.

Era inilah yang mula-mula membentuk suatu kebudayaan tinggi di wilayah Indonesia (dan asia tenggara) sehingga mau tidak mau Indonesia mewarisi banyak hal dari budaya Hindu yang dari masa ke masa mengalami modifikasi dan pembaharuan sesuai dengan perkembangan budaya yang tengah menjadi hegemoni dominan sehingga Indonesia memiliki wajah yang bisa kita ketahui sekarang ini.

Baik pancasila, burung garuda, dan Bhineka Tunggal Ika yang saat ini hadir sebagai dasar, lambang dan semboyan negara merupakan salah satu produk dari pembaharuan atas warisan pengetahuan dari era masa lalu.

Di sebut sebagai pembaharuan karena dasar negara tersebut tidak memiliki wajah persis dengan produk masa lalu, sekaligus memiliki isi dan makna yang kontekstual dengan masa ketika dasar negara tersebut dibuat.

Dalam hal ini, pancasila dicetuskan pertamakali oleh Soekarno dalam pidatonya tentang dasar negara pada rapat persiapan kemerdekaan 1 Juni 1945.

Isi yang terkandung dalam 5 sila pancasila sebetulnya bukan hal baru, melainkan nilai-nilai yang sebetulnya juga merupakan nilai pilar pada berbagai macam budaya yang ada di Indonesia.

Oleh karena itulah pancasila pada waktu itu dinilai bisa memayungi seluruh perbedaan yang ada dalam masyarakat Indonesia yang majemuk sehingga pancasila bisa diterima dan disahkan sebagai dasar negara pada 18 Agustus 1945 bertepatan dengan proklamasi kemerdekaan Indonesia.

Dengan demikian, melalui proses pembaharuan nilai-nilai yang telah ada dengan dibentukan pada konteks situasi pra kemerdekaan pada waktu itu, Pancasila tak bisa dipandang sebagai produk agama tertentu saja atau sebagai kepentingan atas daerah atau budaya tertentu saja, melainkan kepentingan bersama untuk menggalang persatuan dan kesatuan.

Selanjutnya, pancasila pada masa awal kemerdekaan berperan penting sebagai ikrar bersama yang mengikat persatuan dan kesatuan NKRI karena bagaimanapun juga kesadaran akan persatuan dan kesatuan merupakan satu-satunya solusi agar semua wilayah di Indonesia merdeka dari kolonialisasi.

Hanya saja saat ini pancasila sedang menghadapi gangguan yang justru tidak berasal dari luar, melainkan dari dalam, yakni keserakahan orang-orang tertentu atau sekelompok orang tertentu yang tidak mau menjalankan pancasila sebagai pedoman hidup sehingga ada saja berbagai macam kasus seperti korupsi, kerusuhan, konflik politik, terorisme lokal, kriminal, kekerasan, dan lain sebagainya.

Dengan demikian, pancasila harus lebih gencar lagi ditanamkan pada generasi penerus agar Indonesia memiliki masyarakat yang bermental baik dan berjiwa pancasila di masa yang akan datang.

Menafsirkan Makna 5 Sila Dalam Pancasila

via pinterest.com

Pancasila terdiri dari lima sila, yaitu:

  1. Ketuhanan Yang Maha Esa
  2. Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab
  3. Persatuan Indonesia
  4. Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmah Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan Dan Perwakilan
  5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Kelima sila tersebut masing-masing memiliki simbolnya yang tergambar dalam dada burung garuda yang kedua kakinya membawa tulisan Bhineka Tunggal Ika yang artinya berbeda-beda tapi satu juga.

Pancasila dan simbolnya, burung garuda, serta Bhineka Tunggal Ika merupakan simbol-simbol negara yang tak bisa dipisahkan.

Semua simbol tersebut berasal dari budaya masa lalu yang berakar pada kebudayaan Hindu-Buddha dengan bahasa Sansekerta.

Akan tetapi, ketika ditarik pada konteks penciptaan dan lahirnya pancasila tersebut, tentu saja pancasila, burung garuda dan Bhineka Tunggal Ika bukanlah lagi merupakan konsep keagamaan atau kebudayaan Hindu-Buddha, melainkan dalam konteks kemanusiaan secara umum di Indonesia.

Simbol-simbol yang berasal dari masa lalu itu merupakan simbol-simbol yang bisa ditafsirkan dengan berbagai cara sehingga salalu memiliki makna yang berbeda sesuai dengan konteks dan kepetingan tertentu dalam menafsirkannya.

Soekarno dan rekan-rekannya yang tergabung dalam panitia sembilan yang bertugas untuk menyempurnakan konsep pancasila yang digagas oleh Soekarno dan membuat Undang-Undang Dasar 45 tentu tak hanya menafsirkan simbol-simbol tersebut, namun juga melakukan perombakan sehingga simbol-simbol tersebut menjadi penanda baru yang dipergunakan sebagai dasar negara indonesia.

Hal tersebut juga dilakukan orang-orang dimasa lalu, yakni menafsirkan simbol-simbol tersebut dengan konteks dan kepentingan yang berbeda.

Pancasila, sebagai penanda baru yang digagas Soekarno untuk digunakan sebagai dasar negara, merupakan lima gagasan penting yang didesain untuk bisa memayungi kesatuan Indonesia baik pada konteks waktu itu, masa sebelumnya dan bahkan di masa depan.

Simbol-simbol negara tersebut memang diambil dari masa lalu karena dari sanalah Indonesia ini ada dan itulah dasar Indonesia yang paling hakiki.

Akan tetapi, agar bisa diterima disemua kalangan masyarakat, tentunya banyak hal yang diperbaharui dan dikontekstualisasikan dengan zaman dan kepentingan politik pada waktu itu sehingga bisa dikatakan bahwa bunyi lima sila dalam pancasila dan urutannya itulah yang bisa dikatakan sebagai pembaharuan.

Untuk memahami lebih jauh tentang kebaruan konteks dalam pancasila, ada baiknya kita mulai dengan mencoba untuk menafsirkan lima sila pancasila dan membenturkannya dengan situasi sosial di Indonesia saat ini.

Untuk itu saya akan mencoba untuk menafsirkan sila-sila tersebut pada poin-poin berikut ini, namun sebelumnya saya akan membahas terlebih dahulu tentang lambang burung garuda dan Bhineka Tunggal Ika.

1. Burung Garuda

Burung Garuda sebagai lambang negara Indonesia merupakan simbol yang diadaptasi dari budaya Hindu.

Kenapa disebut sebagai adaptasi?

Pertama, garuda dalam budaya Hindu memiliki bentuk yang berbeda dengan Garuda lambang Indonesia, yakni burung emas raksasa yang berwujud setengah manusia. (mari kita sedikit belajar tentang filosofi dan sejarah burung garuda)

Dari segi bentuk jelas berbeda, namun dari segi nama jelas sama karena secara harafiah burung garuda tidaklah ada.

Garuda bukanlah burung rajawali atau elang sehingga garuda itu sendiri pastinya merujuk pada simbol garuda dalam kebudayaan Hindu.

Nama Garuda dipilih tentu bukan tanpa alasan, dalam budaya Hindu, Garuda adalah wahana dewa Siwa. Garuda merupakan adik dari Aruna (matahari) yang lahir dalam wujud sempurna.

Aruna dan Garuda merupakan saudara. Aruna, sang kakak adalah yang lahir cacat, tanpa sayap, kepala dan kaki, hanya tubuh berwujud bola yang memancarkan api. Sementara Garuda lahir dengan tubuh yang utuh.

Sebagaimana kakaknya, Garuda memiliki tubuh yang memancarkan cahaya keemasan dan berwujud besar sehingga ketika Garuda mengepakkan sayapnya, seluruh tubuhnya bisa menutup cahaya matahari.

Oleh karenanya, tak diragukan lagi, sang Garuda sangatlah sakti, kuat, dan gagah.

Sebagai simbol negara Indonesia, tentu bentuknya telah dirombak sehingga menjadi seperti yang kita kenal sekarang, yakni Garuda yang sepenuhnya bertubuh burung dengan dada berpelindung perisai berisi simbol lima sila dalam pancasila, dan dengan kaki mencengkram bendera bertuliskan Bhineka Tunggal Ika.

Burung garuda bisa ditafsirkan sebagai Indonesia itu sendiri, negara yang besar dan memiliki kekayaan alam dan budaya yang melimpah.

Sebagaimana Garuda dalam Hindu, Garuda yang ditafsirkan sebagai Indonesia itu sendiri merupakan wahana bagi seluruh masyarakat Indonesia untuk beranjak menuju kehidupan yang lebih baik.

Indonesia sebagai Garuda tentu memiliki perisai pelindung berupa lima sila dan menjaga Bhineka Tunggal Ika dengan segenap kekuatannya.

2. Bhineka Tunggal Ika

Bhineka Tunggal Ika merupakan bahasa Sansekerta yang bisa diartikan sebagai berbeda-beda tetapi satu jua atau satu tetapi dalam banyak wujud.

Konsep ini sebetulnya merupakan konsep dalam Hindu yang merujuk pada satu tuhan yang mewujud dalam banyak bentuk.

Namun dalam konteks bahasa, tentunya frasa Bhineka Tunggal Ika bisa dipergunakan untuk mengatakan hal yang lain.

Dalam konteks dasar negara Indonesia, Bhineka Tunggal Ika merujuk pada masyarakat yang berbeda-beda namun satu negara, yakni Indonesia.

Meski berasal dari budaya Hindu kuno, frasa Bhineka Tunggal Ika tidak selalu merujuk dalam pengertian agama sehingga frasa itupun juga bisa digunakan untuk membahasakan subjek yang berbeda.

Kenapa kemudian frasa ini yang dipilih sebagai yang digenggam oleh burung garuda?

Berkenaan dengan penjelasan sebelumnya, frasa ini merupakan semboyan yang sangat penting mengingat Indonesia itu terdiri dari berbagai latar belakang budaya yang berbeda-beda.

Frasa inilah yang dijadikan pengikat persatuan dan kesatuan rakyatnya yang memiliki ras, suku, agama, bahasa, dan budaya yang berbeda-beda.

Tanpa adanya ikatan konsep ini, dikhawatirkan segala perbedaan yang ada justru malah akan saling menjatuhkan.

3. Pancasila

1. Ketuhanan yang Maha Esa

Sila pertama dalam pancasila berbunyi “Ketuhanan Yang Maha Esa” yang dilambangkan dengan gambar satu bintang.

Kenapa bintang?

Karena bintang adalah sumber cahaya.

Dalam konteks religi, tuhan merupakan sumber cahaya yang menerangi jalan manusia sehingga Tuhan yang Maha Esa dilambangkan dengan gambar satu bintang dan jumlahnya ada satu.

Sila ini mempertegas bahwa negara Indonesia merupakan negara yang berketuhanan dan Tuhan dalam hal ini menempati posisi yang pertama dan utama.

Oleh karena itulah Indonesia melidungi 6 agama resmi yang diperbolehkan untuk dianut oleh masyarakatnya, yakni Islam, Katholik, Kristen, Hindu, Budha, dan Kong Hu Chu.

Nilai-nilai dari masing-masing agama ini menjadi pilar untuk mewujudkan kehidupan masyarakat yang baik.

Maka, posisi agama dalam masyarakat Indonesia menjadi hal penting karena masyarakat tak hanya diatur dengan undang-undang, namun juga dicerahkan jalan hidupnya melalui ajaran agama.

Lalu bagaimana dengan makna Tuhan Yang Maha Esa jika agama yang dinaungi oleh sila ini berbeda-beda?

Tentu Tuhan dalam sila ini merujuk pada konsep ke-Esa-an tuhan pada masing-masing agama resmi di Indonesia. Sehingga sila pertama ini tidak merujuk pada satu agama tertentu sebagai patokan kebenaran.

2. Kemanusiaan yang Adil dan Beradab

Sila kedua dalam pancasila berbunyi “Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab” dan dilambangkan dengan gambar rantai yang saling terhubung dan tak terputus.

Ada dua jenis mata rantai dalam satu ikatan rantai tersebut, yakni mata rantai persegi dan mata rantai bulat.

Kedua jenis mata rantai itu melambangkan laki-laki dan perempuan (atau jenis yang berbeda).

Digambarkan sebagai mata rantai yang bersatu adalah untuk mempertegas kesetaraan masing-masing mata rantai yang berbeda tersebut sehingga dalam hal ini, seluruh masyarakat Indonesia memiliki kesetaraan dalam segala hal sehingga mampu mewujudkan kehidupan yang adil dan beradab.

Konsep kesetaraan ini merupakan konsep penting mengingat ketidaksetaraan merupakan isu lama yang berbahaya bagi keutuhan yang telah terjadi sejak di masa lalu, yakni ketika manusia memperbudak dan merendahkan golongan lainnya.

Misalnya, pada masa lalu, perempuan dianggap lebih rendah daripada laki-laki sehingga mendapatkan hak yang berbeda. Atau, kulit hitam dianggap ras yang rendah sehingga diinjak-injak martabatnya oleh bangsa kulit putih.

Dengan adanya sila kedua ini, diharapkan isu sara tak akan terjadi di Indonesia, semua warga tanpa memandang jenis kelamin, suku, agama, dan ras, semuanya memiliki hak yang sama sebagai warga negara indonesia.

Inilah yang menjadikan Indonesia sebagai negara yang beradab.

3. Persatuan Indonesia

Sila ketiga dalam pancasila berbunyi “Persatuan Indonesia” yang dilambangkan dengan gambar pohon beringin yang bentuk daunnya menyerupai payung besar sehingga bisa menaungi apapun yang ada di bawahnya.

Kenapa pohon beringin yang digunakan untuk lambang persatuan Indonesia?

Tentu lambang ini tidak berarti seperti seluruh warga berkumpul dan bersatu di bawah pohon, bukan seperti itu.

Pohon beringin merupakan pohon besar yang sebetulnya tidak memiliki satu batang utama yang berukuran besar, melainkan batang-batang kecil yang asalnya adalah dari juntaian akar yang menancap ditanah lalu membesar dan menjadi batang pokok.

Pohon beringin ini tidak bisa mati dan akan terus membesar bilamana akar-akarnya semakin banyak yang tertancap ke tanah dan menjadi batang utama.

Dengan kata lain, persatuan dan kesatuan Indonesia diharapkan menjadi pilar keutuhan dan kekuatan bangsa, ibarat pohon beringin yang besar karena terdiri dari batang-batang kecil dan menjadi kokoh jika dibandingkan dengan pohon besar berbatang tunggal.

Indonesia pun demikian, Indonesia akan menjadi negara kuat dan kokoh jika seluruh perbedaan yang ada bersatu.

Justru perbedaan inilah yang memperkaya dan memperkuat bangsa Indonesia. Oleh karenanya persatuan dan kesatuan masuk sebagai salah satu sila dalam pancasila.

4. Kerakyatan yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan dan Perwakilan

Sila Keempat berbunyi “Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmah Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan Dan Perwakilan” dan dilambangkan dengan gambar kepala banteng.

Kenapa banteng yang dijadikan lambang sila keempat?

Karena banteng merupakan hewan perkasa yang hidup berkelompok dan dalam hal ini berkelompok dekat pengertiannya dengan bentuk musyawarah.

Sila keempat bisa diartikan bahwa segala bentuk keputusan penting dalam penyelenggaraan kehidupan bernegara harus dilakukan dengan musyawarah yang diwakili oleh wakil-wakil rakyat.

Dalam bermusyawarah ini, tiap-tiap orang akan menyumbangkan pikirannya.

Kepala banteng dalam hal ini simbol dari wakil-wakil rakyat, orang-orang yang tangguh seperti banteng, namun masih mengedepakan musyawarah untuk mendapatkan kebijaksanaan dalam menyelesaikan masalah.

5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Sila kelima berbunyi “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia” dilambangkan dengan gambar padi dan kapas.

Padi merupakan lambang pangan dan kapas merupakan lambang sandang yang semuanya ini merupakan kebutuhan pokok manusia.

Sila kelima ini menegaskan bahwa negara indonesia menjunjung tinggi keadilan serta kemakmuran untuk seluruh rakyat Indonesia.

Oleh karenanya, pemerataan ekonomi di seluruh pelosok daerah merupakan tugas utama yang terus menerus dilakukan oleh negara Indonesia sehingga seluruh rakyat akan merasakan kemakmuran dan keadilan.

Dalam hal ini, negara berkomitmen untuk tidak mementingkan suatu daerah tertentu yang akan dibangun.

Peran Pancasila Dalam Keseharian; Pandangan Hidup

via pinterest.com

Berpijak pada uraian di bagian sebelumnya, lima kalimat dalam pancasila kiranya bisa dimaknai secara luas dan diambil nilai-nilainya untuk menjalani kehidupan sehari-hari.

Dengan demikian, pancasila tak hanya menjadi hiasan dinding semata, namun juga merupakan semangat hidup seluruh warga negara Indonesia.

Dari lima sila tersebut, kita setidaknya memiliki 5 asas bernegara, yakni asas ketuhanan, asas kemanusiaan, asas persatuan, asas permusyawaratan, dan asas keadilan.

5 hal ini penting sebagai bekal untuk hidup mandiri dan berkelompok.

Pancasila akan berfungsi dengan baik sebagai pandangan hidup apabila ke 5 sila tersebut dijalankan bersamaan dalam kehidupan.

Sehingga dalam tiap-tiap tindakan yang kita lakukan, kita akan mendasarkan nilai-nilai ketuhanan yang diajarkan dalam agama masing-masing, misalnya melalui pertimbangan hal-hal apa yang baik untuk dilakukan dan tidak baik untuk dilakukan.

Kemudian melalui asas kemanusiaan, lalu mempertimbangkan pula asas kemanusiaan untuk menjaga keharmonisan hidup antar satu individu dengan lainnya. Dalam hal ini tiap-tiap tindakan juga harus disertai dengan pertimbangan apakah akan merugikan orang lain atau tidak.

Melalui asas persatuan, sebagai makhluk sosial sudah semestinya kita harus saling menghormati dan saling menjaga karena dengan cara inilah keutuhan bisa dijaga.

Dalam hidup berkelompok dan bersosialisasi dengan orang lain dalam bermasyarakat, tentu kita juga tidak bisa melewatkan asas permusyawaratan.

Dengan adanya asas ini, tentunya segala bentuk keputusan yang menyangkut hidup orang banyak tidak bisa dilakukan secara otoriter yang cenderung memiliki kebenaran tunggal.

Sebaliknya, melalui permusyawaratan, suatu masalah dapat dilihat dengan berbagai perspektif dan hal ini justru akan semakin memperkaya pengetahuan dan pengalaman kita dalam menyikapi sesuatu sehingga tindakan yang kita lakukan semestinya merupakan tindakan yang bijaksana dengan memperhatikan pula gagasan orang lain.

Melalui asas keadilan sebetulnya tiap-tiap individu diajak untuk selalu berbuat adil.

Dalam lingkup kecil, keluarga misalnya, asas ini sangat penting dilakukan untuk menjaga keutuhan keluarga baik secara fisik ataupun psikologis.

Sebagai contoh, orang tua tidak boleh berat sebelah dalam memberikan keperluan anak-anaknya karena jika hal ini tidak dilakukan, imbasnya adalah rusaknya psikologis anak yang berujung pada pembentukan karakter yang cenderung negatif.

Dalam lingkup lebih luas, misalnya sekolah, kantor, dan lain sebagainya, keadilan ini menjadi kebutuhan yang penting untuk menjaga kehidupan yang utuh dan harmonis.

Kiranya demikianlah informasi dan uraian yang dapat kami susun dalam artikel ini tentang pancasila sebagai pandangan hidup. Semoga artikel ini bermanfaat.

Sharing is Caring

«


KATEGORI

Copyright © 2024 HelferPhotoContact / Privacy Policy / Copyright / Cookie / Term of Service