Contoh Teks Eksemplum - Teman-teman tak perlu pusing lagi tentang teks eksemplum karena artikel ini dirancang khusus untuk membantumu mengerjakan soal-soal sekolah terkait dengan teks eksemplum.
Artikel ini mempunyai pembahasan lengkap tentang pengertian, struktur, ciri-ciri, tujuan dan unsur kebahasaan dari teks eksemplum.
Selain itu kita juga memberikan contoh teks eksemplum beserta strukturnya dengan berbagai jenis tema seperti teks eksemplum tentang pengalaman pribadi, teks eksemplum singkat, teks eksemplum tentang liburan dan teks eksemplum cerita rakyat.
Jadi, teman-teman silahkan saja dan langsung saja membaca artikel ini sampai tuntas ya, dijamin kamu pasti akan mendapatkan referensi segar tentang teks eksemplum.
Teks eksemplum adalah salah satu jenis teks narasi yang berisi kisah pahit, tidak menyenangkan atau tentang ketidakberuntungan yang dialami oleh subjek (seseorang atau tokoh simbolis berupa binatang, tumbuhan dan sebagainya) yang menjadi tokoh utama dalam cerita.
Teks eksemplum memiliki karakteristik yang bisa dikatakan sama dengan cerita pendek sehingga teks ini masih bisa untuk dikategorikan sebagai karya sastra yang memiliki tujuan spesifik, yakni menghadirkan cerita dengan suatu pesan tertentu agar pembaca dapat belajar dari pengalaman tokoh utama dalam cerita.
Tak jarang teks eksemplum ini berisi kisah nyata yang pernah dialami oleh seseorang, namun tidak menutup kemungkinan bahwa teks eksemplum ini berisi cerita fiksi atau simbolis sejauh mampu dijadikan media penyampai pesan.
Berbeda dengan struktur narasi prosa, teks eksemplum memiliki 5 struktur yang khas, yaitu:
Abstrak menjelaskan secara singkat tentang latar belakang cerita.
Orientasi berisi pengenalan tokoh dan segala seluk beluk cerita sebelum cerita tersebut sampai pada bagian insiden, yakni ketika tokoh cerita mulai mengalami pengalaman yang tak menyenangkan.
Insiden berisi kisah yang tidak diinginkan oleh tokoh dalam cerita seperti misalnya kecelakaan, kecopetan, ditipu orang, dikejar binatang buas, patah hati, sakit, ditinggalkan orang tercinta, kena tilang, difitnah orang dan lain sebagainya. Bagian ini merupakan bagian yang khas dari teks eksemplum.
Setelah tokoh utama dalam cerita mengalami insiden yang tidak menyenangkan, biasanya insiden tersebut akan diinterpretasikan menjadi suatu pesan moral atau pelajaran tertentu agar insiden semacam itu sebisa mungkin tidak terjadi lagi.
Bagian ini tidak wajib ada yang berisi penutup dari cerita karena kadangkala cerita tersebut diakhiri di tahap interpretasi.
Teks eksemplum memiliki 7 ciri-ciri sebagai berikut:
Teks eksemplum bertujuan untuk menceritakan suatu kisah tertentu yang dianggap layak untuk dijadikan pelajaran hidup bagi penulis cerita itu sendiri sekaligus pembacanya.
Teks eksemplum juga bisa digunakan sebagai medium untuk memaknai kisah tertentu agar orang tidak trauma terhadap kisah yang tidak menyenangkan.
Terdapat 5 unsur kebahasaan teks eksemplum, yaitu:
via pinterest.com
Dibawah ini merupakan contoh teks eksemplum beserta strukturnya dengan tema pengalaman tak terlupakan ketika menjelajahi pulau dewata bali.
Cerita ini merupakan cerita 7 tahun yang silam ketika aku dan tujuh orang temanku sedang jalan-jalan ke Bali.
Kami menghabiskan waktu seminggu untuk mengelilingi pulau Dewata tersebut dengan mengendarai motor dan menginap di tempat-tempat seadanya.
Perjalanan kami sangat menyenangkan hingga pada hari ke enam kami semua mengalami pengalaman mengerikan yang tak akan pernah kami lupakan.
Kami bertujuh berangkat ke Bali dari Yogyakarta dengan mengendarai motor.
Tujuh merupakan angka ganjil dan konon tidak baik untuk melakukan perjalanan jauh dengan angka rombongan ganjil kalau mengendarai motor. Jadi kami menggunakan 4 buah motor, 3 motor untuk berboncengan dan 1 motor tanpa boncengan.
Tetapi karena kami bertujuh sangat ingin berangkat ke Bali waktu itu, maka kami tidak kepikiran tentang jumlah kami yang ganjil.
Kami bertujuh semuanya cowok, para mahasiswa yang sedang senang-senangnya bepergian jauh. Aku satu motor dengan Agus, Eko dengan Yudi, Wawan dengan Ari, dan Budi mengendarai motornya sendirian.
Sebenarnya di awal sebelum kami berangkat, Budi hendak mengajak pacarnya. Namun karena perjalanan kami minimalis yang artinya kami tidak akan menginap di penginapan, sangat rawan dan beresiko untuk membawa teman perempuan terlebih pacar karena tentu kaum hawa tersebut tidak semuanya akan merasa nyaman jika tidur di sembarang tempat bersama para cowok pula.
Kami sadar betul kalau perjalanan itu akan sangat melelahkan, oleh karenanya kami benar-benar ingin bersantai ketika dalam perjalanan.
Kami berhenti pada tiap-tiap kota untuk sekedar melurusan kaki dan menyeruput kopi. Dengan begitu, perjalanan kami tidak akan terasa melelahkan meski memakan waktu yang sangat lama, yakni 24 jam plus istirahat tidur di mushola pom bensin.
Kami sangat senang ketika telah memasuki kota Banyuwangi yang artinya sebentar lagi kami akan sampai di pelabuhan Ketapang dan menyeberangi selat Bali dengan menggunakan kapal feri.
Perjalanan dengan kapal tersebut memakan waktu satu jam lebih sedikit.
Aku paling senang naik kapal feri, berada di tengah laut biru dan menatap permukaan laut, berharap ada ikan lumba-lumba yang berenang mengejar kapal. Namun tak ada ikan lumba-lumba.
Sejauh ini perjalanan kami berjalan mulus. Sesampainya di pelabuhan Gilimanuk Bali, kami segera saja mencari warung makan terdekat di luar pelabuhan. Perut kami sudah sangat keroncongan karena telah 12 jam belum terisi nasi, hanya kopi dan camilan ringan.
Kami tidak memiliki rute khusus dan rencana tertentu untuk mengunjungi tempat-tempat wisata di Bali. Jadi kami asal-asalan saja memilih tempat. Lagipula Bali bukanlah pulau yang terlalu besar sehingga jarak antar satu tempat wisata ke tempat wisata lainnya tidaklah terlalu jauh.
Kami tiba di Bali pagi hari dan setelah perut kami terisi, kami sepakat untuk mencari pantai terdekat, yakni teluk Gilimanuk, sekedar untuk melepas lelah dan kalau bisa tidur di sekitar pantai secara bergantian.
Di pantai itu banyak bangunan yang disediakan bagi pengunjung untuk beristirahat. Lumayanlah, gratis dan kami bisa tidur bergantian karena harus ada yang menjaga perbekalan selama tidur.
Barangkali karena tubuh kami sangat lelah, kami menghabiskan waktu yang sangat lama di teluk tersebut. Bahkan hingga malam hari kami belum beranjak. Rasanya capek di sekujur tubuh belumlah hilang.
Kami tak hanya istirahat untuk tidur, tapi juga menikmati suasana pantai Bali dan melihat para wisatawan yang sedang berkunjung ke sana.
Keesokan paginya, kami telah pulih dari rasa capek, namun kami bertujuh agak kembung karena angin di sekitar pantai lumayan kencang.
Meski kami mengenakan jaket dan tidur di dalam sleeping bag, namun dinginnya angin malam masih bisa menembus hingga ke pori-pori kulit.
Perjalanan akan kami lanjutkan menuju Denpasar, tempat yang ramai dan banyak bule berkeliaran.
Kami hanya berkeliling-keliling saja di jalanan sambil sesekali berhenti untuk menyeruput kopi dan melihat orang-orang berlalu lalang. Rumah-rumah dan kehidupan orang Bali menjadi daya tarik tersendiri.
Setelah puas berkendara di jalanan, melihat-lihat aneka bentuk bangunan yang eksotis, melihat-lihat di keramaian, lalu kami menuju pantai Kuta.
Yup, sementara kami menjelajah tempat wisata populer karena hanya itu yang kami tahu. Namun kami juga ingin menjelajah ke tempat-tempat sepi di pedesaan Bali, entah di mana itu.
Sesampainya di Kuta, kami menemui lagi keramaian yang luar biasa. Entah kenapa, padahal pantai itu bisa dibilang biasa saja, banyak sampah dan banyak penjual, namun selalu saja ramai.
Barangkali karena agak jenuh dengan keramaian, maka kami kurang bisa menikmati pantai itu. Tapi kami ingin bermalam di pantai Kuta. Barangkali pemandangan malam hari akan berbeda.
Aku agak menyesal tidak membawa gitar. Tapi apa boleh buat, bawaan besar seperti gitar akan menyulitkan perjalanan kami dengan berkendara sepeda motor, namun seandainya ada gitar, maka malam-malam kami dipantai akan terasa lebih sempurna.
Kuta di malam hari berbeda. Hingga pukul 11 malam pantai tersebut masih ramai. Namun setelahnya pantai terlihat lenggang, hanya tampak satu dua orang atau sekelompok orang seperti kami saja yang masih bertahan.
Pantai itu tak sepenuhnya gelap dan kami memilih tempat yang lebih terang dan berdekatan dengan bangunan sekitar pantai, tentu yang dekat pula dengan penjual makanan yang murah.
Ada rasa senang ketika bisa ngobrol dengan orang Bali, penjual makanan atau minuman yang tidak semuanya berasal dari bali, dan beberapa wisatawan lain yang kebetulan berdekatan dengan tempat kami nongkrong.
Dari obrolan itulah kami mendengar berbagai kisah dan petuah tentang apa yang baik dan tidak baik untuk di lakukan di Bali seperti misalnya kencing sembarangan, menginjak sajen, mengumpat sembarangan dan lain sebagainya.
Bali yang modern ternyata masih memiliki kesan mistis. Menyenangkan sekali.
Pagi harinya kami mulai merasa kembung lagi karena angin malam. Tapi hal itu sepadan dengan kesenangan yang kami alami.
Setelah dari Pantai Kuta akhirnya kami menjelajah Bali hingga ke desa-desa, ke pantai-pantai sepi dan ke tempat-tempat yang entah kami tidak bisa mengingat namanya.
Hingga hari ke 5 kami kembali ke area perkotaan yang ramai, Tabanan setelah sebelumnya kami mampir di area candi gunung Kawi yang keramat.
Pada hari ke 5 ini kami sudah sangat lelah karena selalu bermalam di alam terbuka. Maka sebelum kami pulang kembali ke Jogja, kami harus istirahat di tempat yang layak. Terlebih, kawan kami si Ari mulai terlihat kurang sehat.
Kami mencari penginapan murah di Tabanan. Untungnya kami menemukannya dan kami menyewa dua kamar, satu kamar untuk berempat dan satunya untuk bertiga.
Aku satu ruangan dengan Agus, Eko dan Budi, sementara Ari, Wawan dan Yudi berada di kamar sebelah. Lumayan lah.
Meski kami berencana untuk istirahat, namun kami masih menyempatkan mampir di Tanah Lot sambil pergi mencari makan siang.
Pada hari itu kesialan mulai menimpa kami. Kesialan itu datang di sore hari di penginapan setelah kami pulang dari Tanah Lot.
Hal pertama dari kesialan kami ditandai dengan yang kami temui di kamar penginapan. Aku yang pertama kali menemukannya di ruangan kamarku.
Begitu aku membuka pintu, ternyata tempat tidur kami telah berantakan dan berubah posisinya. Tak hanya itu, lemari pakaian kamipun juga telah berbalik menghadap ke tembok.
Langsung saja aku memanggil Agus, Eko dan Budi yang masih merokok di luar. Kamar sebelah kami belum dibuka, si Ari pembawa kunci masih di luar untuk membeli sesuatu. Kawan-kawanku juga kaget.
“Bro, kayaknya kita kemalingan nih, kamar berantakan. Aku sih belum ngecek apa aja yang ilang. Soalnya ada yang aneh” Ujarku.
“Coba yuk kita cek” balas Budi.
Lantas kami mengecek seluruh bawaan kami yang kami tinggal di penginapan. Semua aman, tak ada yang hilang. Mungkin karena kami hanya meninggalkan tas berisi pakaian kotor. Tapi anehnya, laptop si Eko yang berada di atas kasur tidak hilang.
Lantas apa-apaan ini, kok kamar kami berantakan? Apakah ada yang iseng? Petugas penginapan? Tamu lain? Yang pegang kunci tentu hanya kami dan pihak penginapan. Namun kami masih urung untuk menanyakan hal ini kepada pengelola penginapan.
Si Ari akhirnya datang. Kami menceritakan kejadian barusan. Ari heran lantas ia membuka pintu kamarnya. Hal yang serupa terjadi di kamar Ari dan tak ada satupun barang kami di kamar tersebut yang hilang. Semua ransel aman, oleh-oleh yang telah kami bawa juga aman.
“Ya sudahlah, yang penting tak ada yang hilang. Rileks aja bro di tanah orang.” Kata Yudi.
“Iya sih, tapi aneh juga. Ga mungkin juga kalau pemilik penginapan yang iseng.” Sahut Wawan.
“Kok aku dari tadi merinding terus ya...” kata Budi. “Beneran, sejak pagi tadi kita cek ini dan masuk di kamar, aku sering merinding meski nggak dingin dan nggak ada apa-apa.”
“Wah, kamu jangan nakut-nakutin dong. Masak ya ada makhluk lain yang bikin porak poranda kamar kita?” sahutku.
“Huss...udah ah, biarin aja, lagian besok kita pulang.” Ujar Wawan.
Kami membereskan kembali kamar kami dan semuanya berjalan normal meski terasa ada yang ganjil. Agus melihat hasil jepretannya di kamera digitalnya, sementara Budi lagi asik main hp dan si eko sedang mandi.
Hari telah beranjak sore. Penginapan itu tidak terlalu ramai. Meski harga sewanya murah, namun suasananya tetap tenang dan asri.
Aku hampir tertidur sore itu dan gagal mengantuk setelah mendengar suara jeritan dan suara panik dari kamar sebelah, ruangan Ari, Wawan dan Yudi. Sontak kami berempat langsung bergegas ke kamar itu.
Benar dugaanku, Yudi kesurupan atau entahlah, dia meronta-ronta dipegangi oleh Ari dan Wawan yang terlihat tegang dan panik. Segera kami membantu mereka berdua dan kami juga ikut panik.
Selang beberapa saat petugas dan pemilik penginapan datang ikut membantu. Aku dan kawan-kawan memegangi tubuh Yudi agar tidak memberontak kalap, sementara pemilik penginapan, bapak Wayan, mulai komat-kamit lalu memegang kepala Yudi.
Tak lama kemudian, Yudi mulai tenang dan terlelap. Mungkin dia pingsan. Kepanikan kami sedikit mereda.
Pak Wayan mulai bertanya sesuatu kepada kami dengan logat Balinya yang khas, “Maaf mas-mas sekalian, kalau boleh saya tanya, sebelum ke sini mas-mas pergi kemana ya?”
Kami bingung dan saling berpandangan, lalu aku menjawab, “Tadi kami ke Tanah Lot dan cari makan di luar pak”.
Lantas pak Wayan bertanya lagi, “Kalau sebelum itu, kemarin?”.
Aku menjawabnya lagi, “kemarin kami dari candi Gunung Kawi pak...”
Pak Wayan kembali menyahut, “Oh betul kalau begitu, soalnya begini, maaf ya mas ini kepercayaan orang Bali, mas boleh percaya boleh tidak, tapi sejak mas-mas ini masuk ke penginapan, ada ‘tamu lain’ yang ikut masuk ke sini dan ada di sekitar kamar mas-mas. Tentu saya bilang ‘tamu lain’ karena tidak berasal dari sini. Ini tadi tamunya yang masuk di tubuh teman mas, pesan kapada saya supaya kembalikan barang yang dibawa dari candi.”
“Guys, ada yang bawa sesuatu dari sana?” tanya Ari. Tentu tak satupun dari kami kecuali, mungkin, si Yudi yang saat ini masih terlelap.
“Coba periksa tas Yudi!” Lantas Agus dan Eko menggeledah ransel Yudi dan menemukan batu kecil berbentuk aneh.
Pak Wayan yang melihat batu itu langsung berkata, “Nah, itu yang harus mas kembalikan ke sana. Mungkin kita bagi tugas, saya dan dua teman mas jaga di sini sambil nungguin mas yang pingsan ini. Terus mas-mas yang lain kembali ke candi Gunung Kawi kembalikan batu ini. Taruh aja di sekitar arca yang mana saja mas. Sebaiknya secepatnya mas. Kalau nggak kasihan teman mas ini...”
Kami berempat, aku, Agus, Eko, dan Budi akhirnya kembali ke candi Gunung Kawi, Gianyar. Lumayan jauh dari Tabanan dan pastinya melelahkan. Namun apa boleh buat.
Setibanya di Candi Gunung Kawi, hari telah petang. Masih ada petugas di sana dan kamipun menceritakan masalah yang kami hadapi sambil menyerahkan batu yang diambil oleh Yudi kepadanya.
Lalu petugas itu mempersilahkan kami untuk masuk dan mengembalikan Batu tersebut sambil berpesan agar kami tidak lupa mohon maaf kepada arwah leluhur di candi itu.
Kami berdoa sebisa kami dan memohon maaf dengan tulus. Kemudian kami pamit kepada petugas dan langsung bergegas ke penginapan. Badan kami terasa sangat capek luar biasa.
Sesampainya di penginapan, Yudi sudah siuman dan tampak sehat. Kami memarahinya sambil menertawakannya.
Apaboleh buat, kami akan menginap sehari lagi karena tubuh kami benar-benar lelah, terutama setelah kejadian itu.
Setelahnya, kemi berkemas dan tak lupa pamit kepada pak Wayan pemilik penginapan sambil mengucapkan banyak terimakasih atas pertolongan yang kami berikan.
Sebelum kami beranjak, pak Wayan berkata, “Sama-sama mas, saya juga berterimakasih. Jangan kapok menginap di sini kalau mas-mas main ke Bali, hati-hati nanti di jalan, semoga lancar, selamat sampai tujuan.”
“Tentu pak, pasti ke sini lagi”, jawab kami kompak.
Dari kejadian itu dan dari perjalanan kami di Bali, kami semakin sadar bahwa penting sekali sebagai orang asing di tanah orang untuk menghargai segala hal yang ada di sana.
Memang adakalanya sebagai wisatawan, kami tergoda untuk membawa pulang sesuatu dari tempat yang kami kunjungi untuk dijadikan kenang-kenangan.
Tentunya kami harus hati-hati dan pilih-pilih tempat jika ingin melakukan hal ini dan sebaiknya bertanya dahulu kepada orang sana, apa yang baiknya dilakukan di sana, apa yang boleh dan apa yang sebaiknya tidak dilakukan.
Untungnya kami masih bisa pulang dengan selamat tak kurang satupun. Kenangan kami berkelana ria di Bali dan kejadian yang dialami oleh Yudi teman kami merupakan pengalaman berharga yang tak akan kami lupakan.
via pinterest.com
Contoh teks eksemplum kali ini merupakan contoh teks eksemplum pengalaman pribadi akibat ceroboh dalam menjaga barang-barang di kost.
Waktu masih kuliah di Jogja dulu aku tinggal di sebuah kos-kosan.
Percaya atau tidak, hampir semua kos-kosan di Jogja rawan maling sehingga setiap anak kos harus waspada. Demikian pula dengan kos-kosan yang aku tinggali, tak luput dari incaran maling.
Barang yang paling disukai maling untuk di jarah di kos-kosan cowok adalah dompet, Hp, dan laptop meski ada juga kendaraan yang jadi barang incaran.
Aku ngekos di sebuah kos khusus cowok dekat kampusku. Dari tempat kosku, hanya butuh waktu 5 menit jalan kaki untuk sampai di kampus.
Namun aku memilih untuk membawa kendaraanku jika pergi meninggalkan kos karena aku sedikit paranoid dengan yang namanya maling.
Sejak aku tinggal di jogja, ngekos, para senior selalu menceritakan beberapa pengalaman mereka tentang hidup di kos, terutama kisah-kisah tentang kemalingan.
Tentu cerita tersebut membuatku sangat waspada dan sebisa mungkin berjaga-jaga untuk meminimalisir pencurian.
Aku juga membuat 3 kunci pengaman kamar, 1 kunci asli dari bapak kos, dan 2 lagi kunci gembok yang aku pasang di bagian bawah dan atas pintu. Tak hanya itu, aku juga memasang kerai di depan pintu untuk sekedar membuat maling lebih memilih target yang lain.
Selama aku ngekos di kos-kosanku, sudah beberapa kali terjadi kejadian pencurian. Target barang yang diincar adalah hp dan laptop.
Korban bukanlah aku, melainkan kawan sebelah kamar. Yang pertama adalah si Cecep, orang Maluku yang lahir dan besar di Papua.
Waktu itu, pagi hari jam 5.30, ia keluar kamar untuk buang air kecil dan karena hanya sebentar maka ia tak menutup dan mengunci pintunya. Semua anak kos masih tidur termasuk aku. Sekembalinya ia dari kamar mandi Hp miliknya telah raib.
Korban berikutnya adalah Aris dan beberapa temannya yang menginap.
2 bulan setelah Hp Cecep hilang dan ia pindah kos karena menduga pelakunya adalah salah satu kawan di kos-kosan, Aris kedatangan tamu 3 orang yang menginap.
Mereka sedang kerja tugas lembur dan kelelahan sampai tertidur tanpa menutup pintu. Imbasnya, 4 buah Hp raib dan untungnya tak ada laptop yang ikut hilang. Aneh sekali. Kenapa bisa pas waktunya sehingga kadang kepikiran kalau pelakunya adalah salah satu dari antara kami.
Selain Hp, tentu banyak pula yang hilang seperti sepatu, sendal dan helm yang lupa tidak dibawa masuk ke kamar.
Tersangkanya adalah orang yang pura-pura memulung sampah, pura-pura mengemis atau mencari sumbangan, dan pura-pura jualan. Mereka masuk begitu saja ke dalam kos dan jika keadaan sepi maka apa saja bisa dibawa termasuk sendal gunung yang butut.
Beberapa teman yang pernah kehilangan pada akhirnya menjadi waspada meski kadang teledor juga. Setidaknya barang-barang penting seperti Hp, motor, dompet dan laptop selalu ditempatkan di tempat yang aman.
Aku pernah kehilangan sebuah sepeda jelek. Sepeda itu merupakan sepeda yang aku pinjam dari kakakku. Karena tak lagi dipakai maka aku meminjamnya untuk sekedar berjaga-jaga jikalau motorku kehabisan bensin dan aku sedang tidak punya uang.
Meski jelek, sepeda itu laris manis dipinjam teman-teman kos untuk pergi ke tempat-tempat dekat seperti warung untuk sekedar membeli makan atau rokok.
Oleh karenanya, aku tak pernah mengunci sepedaku. Tentu aku tidak enak hati dengan teman-teman karena disangkanya aku terlalu pelit jika mengunci sepeda buruk rupa itu. Teman-temanku bisa bebas meminjamnya tanpa harus bilang padaku terlebih dahulu.
Namun pada akhirnya sepeda itu raib juga. Aku dan teman-teman baru menyadari setelah tiga hari sepeda itu hilang.
Biasanya jika sepeda itu tidak ada pada tempatnya, maka salah satu dari kamilah yang memakainya. Jadi aku tidak pernah mencarinya jika sepeda itu sedang tidak ada di parkiran.
Namun pada hari itu, aku dan semua teman kos sedang berkumpul untuk rapat membahas iuran listrik yang membengkak.
Kebetulan kami semua ada di kos dan aku baru menyadari kalau ada yang kurang. Sepedaku tidak berada di parkiran dan tak seorangpun dari kami yang memakainya. Artinya sepeda itu hilang!
Terakhir kali yang memakai adalah Egy, itupun tiga hari yang lalu dan setelahnya tidak ada yang meminjam karena sepeda itu sudah lenyap.
Tak ada yang curiga dan menyangka kalau sepeda itu telah lenyap karena teman-teman kosku juga tahu kalau sepeda itu tidak diparkiran maka ada yang sedang meminjamnya. Kali ini yang meminjam adalah pencuri. Pinjam selama-lamanya.
Aku kesal lantaran sepeda itu merupakan sepeda pinjaman. Tentu kakak iparku tidak marah namun aku sungguh malu. Sejak itu aku menyatakan perang dengan maling.
Kami semua sepakat untuk berada di level waspada, kami mengunci gerbang dengan rantai dan gembok setiap malam. Sejak saat itu kos-kosan aman.
Namun, musim demi musim berganti, hujan dan kemarau silih berganti, gembok berkarat dan tidak bisa dipakai lagi dan kami terlalu kere untuk patungan beli gembok dan duplikat kunci lagi.
Lagipula, sudah lama tidak ada maling dan hal itu mengendorkan kewaspadaan kami.
Malam itu sangat gerah. Jam 10 malam di kos. Beberapa dari kami masih mengobrol di teras depan kamar. Beberapa lepas baju dan hanya mengenakan singlet saking panasnya.
Kalau cuaca panas begitu, sulit sekali memejamkan mata meski mata sudah mengantuk. Akhirnya satu persatu pamit tidur. Tinggal aku dan Aji yang masih terjaga, Aji menonton TV dan aku mengerjakan tugas di teras depan kamar.
Jam 12 malam perutku mulai lapar. Pintu kamar Aji masih terbuka, Tvnya masih menyala, mungkin dia punya mie yang bisa kupinjam untuk dimasak. Lalu aku menuju kamar Aji dan aku melihatnya sudah terlelap di lantai sambil memegang remote TV.
Aji memiliki tubuh paling gemuk diantara kami dan tentu ia sangat tersiksa jika udara gerah. Aku ragu mau membangunkannya atau tidak tapi jika tidak, maka ia tidur dengan pintu tidak terkunci. Mau tak mau aku membangunkannya.
“Bro...bangun dulu bentar” Aku membangunkannya.
“Eh, ada apa mas? Wah aku ketiduran. Sori TVnya masih nyala” Balas Aji sungkan karena aku adalah kepala suku di kos itu dan kami telah sepakat untuk hemat listrik.
“Nggak, tadi mau utang mie instan tp kamu tidur, cuma mau bilang, baiknya kalau tidur pintunya dikunci aja bro. Resiko. Jendela juga tuh, tutup aja.” Balasku
“Wah...kalau jendela ampun aku mas...nggak kuat panasnya.” Balas Aji.
“Ya udah, lanjut tidur aja bro. Sip.” Balasku sambil kembali bergegas ke kamar. Aku nggak jadi pinjem mie instan karena Aji masih setengah bangun dan setengah tidur, nggak enak kalau ngrepotin orang ngantuk.
Aji menutup pintunya. Aku mendengar suara ia mengunci pintu dari dalam, namun ia tidak menutup jendelanya. Lampu kamar aji dimatikan dan artinya ia mungkin sudah terlelap lagi. Mataku berat dan aku memutuskan untuk tidur.
Ku kemasi laptopku, lalu aku memastikan motorku telah kugembok di bagian lubang cakramnya. Aku masuk ke kamar dan bergegas tidur.
Setelah subuh terdengar ada suara orang berteriak. Itu suara Aji. Entah kenapa dia berteriak-teriak. Dia hanya berteriak dan tidak mengucapkan apapun, jadi aku tidak tahu apa yang sedang terjadi dan hanya terbangun kaget mendengar teriakan itu. lantas aku keluar kamar.
Di luar si Aris dan beberapa teman lain juga sudah keluar kamar sambil bingung. Aku langsung ke kamar Aji.
“Ada apa Ji?” teriakku
“Ma...ma..maling masuk mas...aku nggak bisa bangun...nggak siap...”Jawab Aji.
Ia terhuyung-huyung keluar kamar yang pintunya sudah sedikit terbuka. Badannya yang besar membuatnya sulit bangun dengan cepat. Lalu ia menyalakan lampu sambil berkata gemetar,
“Tadi malingnya masuk, nggak tau nyuri apa, pas dia nyopotin kabel laptop lalu aku kebangun dan ga bisa ngapa-ngapain, cuma bisa teriak-teriak dan malingnya lari mas.”
Langsung saja beberapa dari kami menyalakan motor dan mencoba mencari maling itu. Tapi terlambat, maling itu sudah kabur bahkan sebelum kami membuka pintu kamar masing-masing.
Maling itu masuk dari jendela kamar Aji. Jendela itu dibuka lebar-lebar dan di ganjal dengan sepatu lalu ia masuk dan membuka pintu kamar terlebih dahulu untuk jalan kabur sebelum ia mulai beraksi untuk mencuri.
“Apa yang hilang bro” Tanya Aris kepada Aji
“Nggak tahu, coba aku cek dulu.” Aji mencari-cari barang apa saja yang hilang.
Hp masih ada, laptop ada, kunci motor ada, tas ada dan,
“Dompet mas...dompetku ilang...waduh mati aku, ada uang kuliahnya itu...” Kata Aji panik. Kami tidak bisa berbuat apa-apa.
“Selow bro. Minum dulu deh terus kita pikirin apa yang akan kita lakukan selanjutnya.” Kataku.
“Bro, ini diluar ada sandal sepasang. Kayaknya ini punya malingnya deh. Dia masuk nggak pake sandal biar ga kedengeran langkahnya” Kata Ucok yang dari tadi dia melihat-lihat keluar kos.
“Wah, sendalnya bisa kita bawa ke dukun aja bro biar malingnya balikin dompetmu.” Kata Tatak mencoba memberi solusi.
“Pamanku punya kenalan orang pinter, nanti deh tak anter ke sana agak siangan dikit. Sekarang kita sarapan aja lah.”
“Jam 7 aku kuliah mas, jam 10 bisa anter ga ya mas, aku cuma ada 1 mata kuliah hari ini.” Kata Aji
“Bisa bro.” Balas Tatak.
Akhirnya kami ngobrol membahas maling pagi itu juga sambil minum kopi. Tak ada yang melanjutkan tidur. Jam setengah 7 Aji sudah bersiap berangkat ke kampus. Aku kasihan melihatnya susah.
Tapi sebentar, bukankah di celananya bagia belakang menyembul dompet....
“Ji, lha di celanamu itu dompet kah?”
“Wah iya...lha ini dompetku. Nggak jadi hilang brarti, hahahahaha...” Aji tertawa lega. Tentu saja. Betapa ngeri jika kehilangan uang kuliah yang jumlahnya lumayan besar.
Sejak kejadian itu, terutama si Aji dan kami semua kembali siaga. Kami membuat kesepakatan baru untuk membeli gombok lagi dan akan membeli lagi kalau rusak. Kami tak mau ambil resiko menjadi korban berikutnya.
Kami juga wajib mengunci pintu jika sedang keluar kamar, meski hanya pipis dan mandi tapi kalau kos sedang sepi atau tidak ada yang di luar kamar, maka kami wajib mengunci pintu kamar masing-masing beserta jendelanya.
Apakah setelah dipasang gembok semuanya aman? Tentu tidak. Gembok hanya malam hari dan siang harinya masih ada maling yang iseng mencuri sandal.
Solusi terakhir dari kami adalah memperbolehkan Ucok memelihara seekor anjing yang dari dulu ia usulkan namun tidak kami setujui karena tidak semua dari kami berani dengan anjing.
Tapi setelah dipikir-pikir, mendingan ada anjing dari pada ada maling. Baru setelah itu kos kami tak pernah lagi di datangi pencuri, pemulung, atau orang pura-pura minta sumbangan.
via pinterest.com
contoh teks eksemplum kali ini merupakan contoh teks eksemplum singkat akibat kelalaian mengganti rantai sepeda motor yang sudah kendor.
Cerita ini merupakan kenangan mengesalkan akibat kelalaian yang aku perbuat sendiri. Bermula dari rasa malas untuk mengerjakan sesuatu sehingga selalu tertunda dan berakhir lupa, dikemudian hari aku menuai buahnya.
Sore itu kakak baru saja pulang setelah seharian pergi dengan meminjam sepeda motorku.
Kebetulan motor kakak sedang dipinjam ibu ketika tadi ia mau berangkat, lantas motorkulah yang dibawa oleh kakakku. Untungnya hari itu aku sedang tidak ada acara.
Setelah ia memarkir motor, ia langsung menemuiku untuk mengembalikan STNK.
“Jon, rantai motormu sudah kendor banget itu lho. Buruan dibawa kebengkel gih, udah dibilangin dari kemaren tetep aja didiemin. Kalau putus di tengah jalan malah repot lho!” Kata kakakku persis seperti hari-hari yang lalu ia mengomeliku dengan hal serupa.
Aku malas karena memang jarang memakai motor. Justru malah kakakku yang sering meminjam motorku untuk pergi jauh entah kemana, kadang kalau keluar kota ia selalu meminjam motorku.
Dalam hati aku jengkel juga, dia yang sering pakai, aku yang disuruh betulin kalau ada yang tidak beres. Perasaan selama aku pakai baik-baik saja.
“Ya, besok Mas.” Jawabku malas. Lantas kakakku pergi ke dapur. Ia memang selalu seperti itu. seharusnya ia lebih dewasa dariku, namun rasa-rasanya kok aku terus yang harus ngalah. Apa boleh buat, percuma juga komplain.
Besok hari minggu. Sudah sekian hari ini aku ingin pergi jalan-jalan. Aku suntuk dengan PR dan pekerjaan yang harus aku kerjakan di rumah.
Nanti adalah malam minggu dan aku tidak akan kemana-mana. Aku akan tidur lebih awal agar bisa bangun subuh, menyiapkan peralatan pancing lalu berangkat ke waduk.
Waduk yang akan kudatangi berada di bagian paling barat di kotaku dan terletak di daerah perbukitan yang masih termasuk sebagai lereng gunung wilis. Aku ingin mancing sendirian saja biar leluasa dan tak ada yang mengganggu.
Jam 4 subuh aku sudah bangun. Aku membuat kopi, sarapan roti dan menyiapkan bekal untuk pergi memancing. Ibuku sudah bangun lebih dahulu. Sementara kakak dan ayahku masih terlelap.
“Mau ke mana ini kok subuh-subuh kamu sudah bangun, tumben. Ini kan hari minggu?” Ibuku bertanya keheranan.
“Mau mancing Buk.” Jawabku singkat
“Mancing ke mana?” Ibuku bertanya lagi
“Waduk.” Jawabku.
“Sama siapa?” ibuku masih bertanya lagi.
“Sendiri” Jawabku.
“Ati-ati lho kalau sendirian. Bawa Hp, sarapan dulu, bawa bekal...bla...bla...bla....”Ibuku mulai cerewet.
“Iya Buk. Tenanggggg....” Balasku.
Setelah semua siap, aku berangkat. Jam masih menunjukkan pukul 4.45 subuh. Matahari belum tampak terang, namun langit sudah tidak segelap tadi. Kukeluarkan motorku dari garasi, kupanasi, lalu aku berangkat.
Di sepanjang jalan terdengar suara gemerisik rantai motorku yang kendor. ‘Sial’ batinku. Kalau seperti ini aku jadi tidak pede di jalan, terlebih jalan menuju ke waduk banyak melewati tanjakan ekstrim.
Namun tekadku sudah bulat. Aku ingin memancing, bukan ke bengkel. Aku akan melaju pelan-pelan saja biar aman.
Di jalanan yang lurus, motorku masih aman, namun ketika sudah mulai naik tanjakan, aduhai, hatiku deg-degan dengan suara rantai yang semakin parah.
Ketakutanku terjadi, rantai putus tepat ketika aku naik tanjakan ekstrim. Sial sekali. Aku langsung rem motorku, kuambil rantai yang putus dan aku memutar balik untuk turun.
Hari masih sangatlah pagi dan belum ada bengkel yang buka. Terlebih di daerah ini bengkel motor sangat langka. Maklum, jalan menuju waduk sudah agak hutan yang sepi dan jarang ada rumah.
Apa boleh buat. Aku turun lagi kebawah. Motor meluncur bebas tanpa rantai. Ketika sedang meluncur bebas menuju jalan yang agak datar, tiba-tiba ada kucing menyeberang persis di depan motorku. Aku kaget dan tak sempat menginjak rem. Kucing malang itu terlindas roda motorku dan kejang-kejang.
Aku menghentikan laju motorku. Firasatku buruk. Kuparkir motorku dan aku berjalan ke arah kucing sekarat itu. mitosnya, kalau menabrak kucing sebaiknya kucing itu dikuburkan, tidak ditinggal begitu saja. Lengkap sudah penderitaanku, kubawa bangkai kucing itu, kutuntun motorku sampai ke wilayah perbatasan masuk kota lalu aku berhenti di depan bengkel yang masih tutup.
Seandainya dari kemarin-kemarin aku ganti rantai motorku mungkin kesialan ini tidak menimpaku. Urusan motor rusak tidak bisa disepelekan.
Dalam hati aku bersyukur karena masih selamat meski ada rasa kesal gara-gara rantai. Aku kapok dan aku tidak akan membiarkan hal ini terulang lagi padaku.
Setelah dua jam menunggu, akhirnya bengkel itu buka juga. Aku ganti rantai motorku yang putus, lalu aku memutuskan untuk kembali pulang saja sambil membawa bangkai kucing dalam bungkusan plastik hitam yang akan aku kuburkan di pekarangan rumahku. Semoga setelah ini kejadian sial tidak menimpaku lagi.
via pinterest.com
Berikut ini merupakan contoh teks eksemplum cerita rakyat dengan judul jaka tarub mencari istri.
Pada jaman dahulu di sebuah desa di pegunungan Wilis, ada seorang pemuda yang tinggal berdua bersama ibunya.
Pemuda itu bernama Jaka Tarub, pemuda gagah yang telah kehilangan ayah sejak ia masih kecil. Sejak itulah Jaka Tarub hidup berdua saja dengan ibunya.
Usia Jaka Tarub sudah genap 23 tahun dan ia belum menikah. Teman-teman sepermainannya telah menikah semua dan bahkan sudah memiliki anak.
Sang ibu tentu cemas dengan anaknya yang lebih senang berburu di hutan dan membantu ibunya menanam padi di sawah ketimbang menggoda gadis di desanya untuk dijadikan istri.
Padahal paras Jaka Tarub sangat rupawan, gagah pula. Banyak gadis desa yang sebenarnya ingin menjadi istrinya. Namun Jaka Tarub seolah tak menunjukkan minatnya untuk berkeluarga.
Sore itu ibunya bercakap-cakap dengan Jaka Tarub di dapur setelah Jaka Tarub pulang berburu dan mendapatkan 3 ekor kelinci hutan.
“Nak, Ibu sudah tua dan sebenarnya ingin melihatmu menikah, ingin menggendong cucu. Kapan kiranya kamu akan menikah?” Tanya sang ibu kepada anaknya.
“Semalam aku bermimpi ibu, aku menikahi seorang gadis yang sangat cantik dan tak seorangpun gadis di desa ini yang bisa menandingi kecantikannya. Aku yakin gadis dalam mimpiku itulah jodohku, ibu.” Balas Jaka Tarub.
“Tapi nak, itu kan hanya mimpi...”Balas ibunya sedih.
“Tenanglah ibu, aku percaya mimpi itu akan menjadi nyata karena aku bermimpi di hutan ketika tertidur di atas sebuah batu” Balas Jaka Tarub tenang.
“Baiklah nak, Ibu tidak akan memaksamu, hanya saja ibu ini sudah tua dan selagi masih hidup, ibu ingin melihatmu menikah.” Balas sang ibu.
“Ibu janganlah berkata demikian, ibu akan berumur panjang dan akan melihatku menikahi seorang gadis yang sangat cantik.” Ujar Jaka Tarub.
Hari berganti hari, bulan berganti bulan dan mimpi Jaka Tarub belum menjadi kenyataan. Sementara itu, sang ibu sudah semakin tua dan sering sakit-sakitan.
Pada hari itu, sang ibu jatuh sakit lagi. Ia menyuruh anaknya untuk mencari dedaunan obat di hutan. Jaka Tarub pergi kehutan untuk mencari tanaman obat sekaligus untuk berburu. Ia selalu membawa busur dan panah serta sebilah golok ketika pergi ke hutan.
Yang pertama ia lakukan adalah mencari dedaunan obat seperti yang dipesan ibunya. Tak sulit bagi Jaka Tarub yang sudah mengenal betul seluk beluk hutan tersebut untuk menemukan dedaunan obat.
Setelah mendapatkan dedaunan yang ia butuhkan, ia memanjat pohon yang tinggi untuk menunggu hewan buruannya lewat di bawahnya.
Pucuk dicinta ulampun tiba, tak lama setelah Jaka Tarub sembunyi di atas pepohonan yang rindang, seekor rusa lewat dibawahnya.
Jaka Tarub menyiapkan busur dan panahnya, lalu melepaskan sebuah anak panah tepat ke arah leher sang rusa. Seketika rusa itu mati. Jaka Tarub turun perlahan dengan hati gembira. Ia akan makan daging rusa bersama ibunya selama beberapa hari ke depan.
Namun bersamaan dengan itu, Jaka Tarub tak menyadari jika ada seekor harimau yang juga telah mengincar rusa itu. ketika Jaka Tarub hendak mengambil rusa buruannya, harimau itu menampakkan dirinya persis di depan Jaka Tarub.
Seketika Jaka Tarub gugup karena tidak siap dengan kedatangan harimau itu. Jaka Tarub mundur dengan sangat perlahan sambil mengawasi gerak-gerik harimau besar itu.
Jaka Tarub tidak bisa lari begitu saja karena akan sangat berbahaya. Namun setelah Jaka Tarub mengambil jarak agak jauh dari harimau itu, tak lema kemudian harimau itu mendekati rusa yang telah tergeletak mati, lalu mulai melahapnya.
Pada kesempatan itulah Jaka Tarub bisa melarikan diri. Hari itu merupakan hari yang sial bagi Jaka Tarub karena bertemu dengan harimau. Untung saja ia selamat. Akhirnya ia memutuskan untuk pulang.
Di jalan menuju pulang ke rumahnya, Jaka Tarub heran melihat banyak orang desa berdatangan menuju ke arah rumahnya. Ia semakin heran ketika sesampainya di rumah, banyak orang sudah berkerumun.
Perasaan Jaka Tarub berkecamuk. Lalu seseorang, pemimpin desa itu, mendekat sambil berkata, “Sabar ya nak, ibumu sudah dipanggil yang maha kuasa.”
Jaka Tarub sangat sedih telah kehilangan ibunya. Ia juga sangat menyesal karena tak sempat membuat ibunya bahagia dengan melihatnya menikah dan memiliki anak.
Nasi sudah menjadi bubur, Jaka Tarub hanya bisa berdoa untuk arwah ibunya.
Kini Jaka Tarub hidup sebatang kara, merawat rumah dan sawah peninggalan ibunya. Jaka Tarub juga mulai jarang berburu di hutan. Ia lebih sering pergi memancing di sebuah danau di tengah hutan.
Danau itu bernama Danau Widodaren karena menurut cerita, danau tersebut kerap didatangi bidadari yang turun dari khayangan dan mandi di sana.
Tapi selama ini Jaka Tarub tak pernah melihat bidadari, sehingga ia menganggap cerita itu hanya dongeng untuk anak kecil saja.
Malam itu Jaka Tarub bermimpi bertemu dengan ibunya. Dalam mimpi itu, sang ibu berpesan kepada Jaka Tarub agar membawakan baju ibunya yang paling bagus ke danau Widodaren pada waktu sore.
Jaka Tarub terbangun dan masih mengingat mimpinya dengan jelas. Hari sudah mulai siang. Jaka Tarub memang cenderung mempercayai mimpi, maka ia lakukan apa yang dipesankan ibunya melalui mimpi.
Di sore hari, Jaka Tarub pergi ke danau membawa baju ibunya yang paling bagus sekaligus untuk pergi memancing.
Sebelum sampai di danau, sayup-sayup Jaka Tarub mendengar suara beberapa perempuan yang sedang bersenda gurau. Jaka Tarub sangat penasaran, ia mendekati danau dengan mengendap-endap.
Ia begitu terperangah ketika melihat 7 perempuan cantik dengan paras yang bersinar sedang mandi di danau itu.
Itu pasti bidadari seperti dalam cerita yang pernah ia dengar, pikir Jaka Tarub.
Lalu ia melihat ke sekeliling dan menemukan tumpukan baju dan selendang bidadari. Ia mengendap-endap ka arah pakaian bidadari itu, lalu mengambil satu set baju dan selendang yang berwarna kuning, lalu segera sembunyi untuk menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya.
Akhirnya para bidadari itu selesai mandi, mengenakan bajunya dan bersiap untuk kembali ke khayangan. Namun ada satu bidadari yang kebingungan mencari bajunya.
“teman-teman, adakah yang melihat bajuku?” bidadari itu panik.
“Tadi kamu menaruhnya dimana?” balas temannya yang membantu mencari pakaian itu di tepi danau.
“Di sana, dekat dengan pakaian teman-teman semua,” balasnya panik.
Apa boleh buat, hari hampir malam, 6 bidadari lainnya yang telah berpakaian lengkap tak bisa berlama-lama dan harus segera kembali ke khayangan.
“Maafkan kami Nawangwulan, kami harus meninggalkanmu di sini.” Lalu ke 6 bidadari itu terbang ke khayangan.
Tinggalah bidadari itu, nawangwulan, sendirian di tepi danau. Ia tak bisa kemana-mana karena tak memiliki baju, ia sadar tanpa baju bidadarinya maka ia akan menjadi penghuni bumi. lantas ia berucap sesuatu untuk menenangkan dirinya,
“Barang siapa yang bisa memberikan pakaian, jika ia perempuan maka akan aku jadikan saudara, namun jika lelaki akan kujadikan suami.”
Jaka Tarub mendengar hal itu, lalu ia pura-pura tidak tahu dan ingin pergi memancing di danau. Mereka berdua saling melihat, Nawangwulan menutupi tubuhnya dengan dedaunan.
Jaka Tarub berkata, “Hai perempuan cantik, aku mendengar apa yang kamu ucapkan tadi. Aku Jaka Tarub, penduduk desa yang kebetulan sedang ingin mencari ikan disini. Kebetulan aku membawa baju almarhum ibuku ke sini karena semalam ia berpesan melalui mimpi agar aku membawa baju ini ke sini. Barangkali inilah takdir. Kuserahkan baju ini kepadamu, kenakanlah dan pulanglah bersamaku.”
“Terimakasih Jaka Tarub, aku Nawangwulan. Aku bidadari khayangan yang tak bisa kembali lagi ke khayangan karena telah kehilangan selendang dan bajuku. Aku ambil baju darimu dan akan kupenuhi sumpahku. Aku akan menjadi istrimu dan ikut pulang bersamamu.”
Akhirnya bidadari Nawangwulan menjadi istri Jaka Tarub dan tinggal di desa. Nawangwulan menjadi perempuan paling cantik yang ada di desa itu dan membuat semua orang iri.
Namun tak ada yang tahu kalau Nawangwulan adalah bidadari, orang-orang hanya tahu kalau istri Jaka Tarub berasal dari daerah lain.
Selama hampir satu tahun mereka menjadi suami-istri, Jaka Tarub dan Nawangwulan akhirnya dikaruniai seorang anak perempuan. Mereka menamai anak gadis itu dengan nama nawangsih. Mereka bertiga hidup dengan tentram di desa.
Sejak memiliki istri, rejeki Jaka Tarub tak pernah susut. Bahkan lumbung padi miliknya tak pernah kosong isinya, melainkan semakin bertambah. Jaka Tarub heran dengan hal itu, namun tak tahu sebabnya.
Pada suatu pagi, Nawangwulan sedang menanak nasi dan Jaka Tarub sedang membersihkan halaman. Nawangwulan tiba-tiba memanggil Jaka Tarub yang sedang asik mencabut rumput di halaman.
“Kangmas, bisa ke sini sebentar?”
“Ada apa istriku?”
“Aku mau pergi mencari sayuran sebentar di kebun, tunggulah di dapur sebentar sambil menjaga anak kita, tapi jangan sekali-kali membuka periuk nasi itu ya. Tunggu sampai aku datang.”
“Baik istriku”
Lalu Nawangwulan pergi ke kebun mencari sayuran. Jaka Tarub menunggui periuk nasi. Air dalam periuk itu mendidih dan tutup periuk itu bergoyang-goyang karena uap panas.
Jaka Tarub sebenarnya khawatir kalau nasi yang dimasak istrinya hangus jika tidak diaduk. Ia lupa kalau istrinya telah berpesan untuk tidak membuka tutup periuk itu.
Jaka Tarub akhirnya membuka tutup periuk untuk mengaduk nasi yang ada di dalamnya. Namun, begitu ia membuka tutupnya, ia sangat kaget karena istrinya hanya menanak sebutir beras.
Akhirnya Jaka Tarub tahu kenapa selama ini lumbung padi miliknya tak pernah habis isinya dan justru malah semakin bertambah banyak setelah habis panen.
Tak lama kemudian Nawangwulan pulang dan ia kaget karena sebutir beras di dalam periuk tadi tak berubah menjadi sebakul nasi. Nawangwulan tahu kalau suaminya yang membukanya.
“Kenapa kangmas tak mengindahkan pesanku? Kenapa tutup periuknya dibuka?”
“Aku lupa istriku, aku juga kaget kalau isinya hanya sebutir beras. Memangnya kenapa kalau tutup itu dibuka?”
“Kalau tutup itu dibuka, maka kesaktianku sirna. Artinya aku tak bisa lagi menanak sebutir beras menjadi sebakul nasi. Maka mulai besok kangmas harus menyediakan lesung untuk menumbuk padi.”
Sejak saat itu, Nawangwulan mengambil beras dari lumbung untuk ditanak. Karena ia menggunakan beras sebagaimana manusia lainnya memasak, akhirnya sedikit demi sedikit simpanan beras di lumbung mulai habis.
Pada saat itulah Nawangwulan menemukan selendangnya yang tersimpan di bagian paling bawah tumpukan beras dalam lumbung. Oleh karenanya, Nawangwulan bisa kembali ke khayangan.
Nawangwulan sangat marah karena ia merasa selama ini ia telah ditipu oleh Jaka Tarub. Meski Jaka Tarub adalah suami yang baik, namun rasa marah Nawangwulan tak bisa dibendung dan ia akan kembali ke khayangan.
Maka pada hari itu juga Nawangwulan pamit kepada anak gasidnya dan suaminya Jaka Tarub setelah mereka bertengkar tentang selendang itu.
“Tolonglah istriku, lalu bagaimana dengan anak kita kalau dikau kembali ke khayangan?”
“Jaga baik-baik anak gadis kita kangmas, ia adalah anak yang istimewa, setengah bidadari dan setengah manusia, kelak keturunannya akan menjadi penguasa Jawa.”
Jaka Tarub akhirnya kehilangan istri yang ia cintai. Ia hidup hanya dengan anak gadisnya seorang setelah istrinya kembali ke khayangan.
Ia sangat menyesal atas kecerobohannya melupakan pesan istrinya untuk tidak membuka tutup periuk nasi sekaligus kecerobohannya untuk menyimpan selendang itu di lumbung padi.
Apa boleh buat, rasa sesalnya tak akan mengembalikan istrinya.
Sepeninggalan istrinya, Jaka Tarub membesarkan anak gadisnya dengan susah payah. Sesekali Nawangwulan turun dari khayangan untuk menemui anaknya, namun ia tak mau bertemu kembali dengan Jaka Tarub.
Meski demikian, jika Jaka Tarub dan anak gadisnya sedang dilanda musibah, Nawangwulan selalu membantu tanpa sepengetahuan Jaka Tarub.
via pinterest.com
Berikut ini merupakan contoh teks eksemplum singkat tentang liburan.
Liburan adalah saat paling dinantikan untuk leluasa bepergian dan bersenang senang. Namun adakalanya liburan terasa tidak menyenangkan, terutama jika bepergian di waktu dan tempat yang tidak tepat.
Liburan kala itu aku ingin jalan-jalan ke kota Malang. Aku akan pergi ke sana bersama dengan 3 orang temanku dengan naik kereta api.
Kami memilih hari sabtu pagi untuk berangkat ke sana, menginap semalam, jalan-jalan keesokan harinya lalu pulang.
Sayangnya, kami tak mendapatkan tiket kereta pagi dan yang ada hanya tiket malam. Aku ragu-ragu karena orang tuaku berpesan agar aku tidak bepergian jauh di malam hari. Tetapi kawan-kawanku terlanjur beli tiket dan mau tak mau aku juga ikutan beli.
Tanpa sepengetahuan orang tuaku, aku berangkat ke Malang hari sabtu malam. Aku telah berbohong dan berangkat pagi-pagi dari rumah, lalu menghabiskan waktu seharian di rumah kawanku sebelum kami berangkat ke stasiun.
Jam 8 malam kami telah ada di stasiun untuk naik kereta kami yang akan datang pada pukul 9 malam. Kalau perjalanan lancar, jam 12 malam kami akan tiba di Malang. Akhirnya kereta datang dan kami semua naik.
Perjalanan malam dalam kereta membuatku mengantuk, begitu juga dengan yang dialami teman-temanku. Kami semua tertidur sejak kereta sampai di kota Blitar hingga ke kota Malang.
Semestinya kami tidak boleh tidur. Gara-gara tertidur itulah kami tidak sadar bahwa telah ada seseorang atau sekelompok orang yang mengambil tas ransel kami yang berisi kamera, laptop dan beberapa barang berharga lainnya.
Kami menyadarinya setelah sampai di kota Malang, kami telah kehilangan ransel berharga milik kami.
Kami sangat menyesal atas terjadinya peristiwa itu. seharusnya kami tidak boleh lengah atau setidaknya salah satu dari kami ada yang terjaga agar hal itu tidak terjadi. Aku sendiripun sangat menyesal karena tidak mematuhi nasehat orangtuaku.
Akhirnya liburan kami di kota Malang tidak terasa menarik karena kami masih menyesali hilangnya ransel kami.
via pinterest.com
Dibawah ini kami memberikan contoh teks eksemplum singkat yang dilanjutkan dengan 4 buah nomor contoh soal teks eksemplum dengan tema membolos sekolah.
Jono adalah anak yang nakal dan pemalas di sekolah. Ia masih kelas 1 SMA. Baru 2 bulan masuk sekolah dan masih berpredikat sebagai siswa baru, para guru sudah kehabisan akal untuk menasehatinya.
Jangankan para guru, orang tua Jono pun sudah angkat tangan dengan kenakalan anaknya. Mereka hanya bisa pasrah jika sewaktu-waktu Jono dikeluarkan dari sekolah.
Namun Jono masih belum dikeluarkan dari sekolah. Kepala sekolah masih berbaik hati memberikan kesempatan kepada Jono meski ia sudah diberi peringatan keras.
Jono seolah tidak kapok dan tidak peduli dengan peringatan Kepala sekolah. Ia masih saja menjadi siswa yang nakal dan suka membolos.
Pada suatu pagi, Jono membolos sekolah lagi. Biasanya Jono selalu membawa baju ganti untuk mengganti seragamnya ketika membolos.
Namun hari itu ia lupa membawa baju ganti. Namun ia tak peduli dan membolos di sebuah persewaan Play Stasion, tempat Jono biasanya membolos dan menghabiskan uang jajannya untuk bermain game.
Hari itu Jono apes, sedang asik-asiknya main game, tiba-tiba ada razia. Sebenarnya razia itu bukanlah razia untuk anak yang membolos, melainkan razia narkoba.
Targetnya adalah pemilik rental Play Station yang diduga menjadi bandar narkoba. Semua pengunjung panik dan melarikan diri secepatnya dengan berbagai cara, termasuk Jono.
Jono berhasil kabur dan segera menaiki motornya dengan kencang. Karena panik dan takut jikalau polisi mengejarnya, Jono mengendarai motornya dengan sangat kencang dan ceroboh. Jono tak melihat kalau didepannya ada mobil yang menyeberang.
Terlambat, Jono tak bisa menghindarinya dan menabraknya dengan keras hingga ia terpental dan masuk ke dalam got.
Beruntung nyawa Jono masih tertolong meski ia harus dirawat di rumah sakit dan mengalami patah tulang dibagian lengan kanannya serta luka-luka di sekujur tubuhnya.
Jono sangat menyesal atas kejadian itu. Sedandainya ia menuruti nasehat guru dan orang tuanya, mungkin ia masih dalam keadaan sehat. Setelah kejadian itu, Jono mulai belajar kembali untuk menjadi siswa yang baik.
1. Bagian insiden dalam teks tersebut terdapat dalam paragraf?
2. Bagian interpretasi dalam teks tersebut ada dalam paragraf?
3. Kata ‘mereka’ pada paragraf kedua mengacu pada?
4. Kata yang tepat yang bisa menjadi pengganti kata ‘beruntung’ dalam paragraf sebelas adalah?
mantab kak, komplit banget. 🙂 menginspirasi untuk blog ane. 🙂