Berikut ini merupakan artikel yang berisi 7 contoh puisi anekdot yang lucu dan unik serta lain daripada yang lain yang bisa kamu baca.
Tak hanya itu, artikel ini juga menyediakan pembahasan singkat mengenai pengertian puisi anekdot serta contoh menafsirkan puisi anekdot. Simak selengkapnya dalam artikel ini.
Apa ya yang dimaksud dengan puisi anekdot? Teman-teman tahu apa itu puisi? Dan apa itu anekdot? Semoga sudah ya. Namun demikian, izinkan aku mencoba untuk menguraikannya secara singkat dan perlahan-lahan; karena bagiku puisi anekdot ini lumayan rumit jika dibandingkan dengan cerita anekdot pada umumnya.
Puisi anekdot merupakan salah satu bentuk teks anekdot; tentunya bentuk ini adalah puisi (lho kok muter-muter!).
Sebagaimana puisi, maka teks atau bahasa yang digunakan dalam puisi anekdot memiliki sifat-sifat puitik, simbolik, padat dan sedikit sukar dicerna; tidak segamblang cerita anekdot yang ditulis dalam bahasa yang sederhana dan komunikatif, puisi anekdot cenderung lebih bersifat ambigu (meski ada juga kok, banyak juga sih puisi anekdot yang ditulis dengan bahasa yang lugas).
Puisi anekdot tidak serta-merta berasal dari goresan bahasa hati yang paling dalam (cieileee) karena anekdot itu sendiri merupakan teks yang berasal dari peristiwa nyata (subjek-subjek penting atau peristiwa sosial penting yang menyangkut hidup banyak orang).
Umumnya puisi anekdot merupakan jenis puisi yang satir berisikan kritikan atau sindiran terhadap tokoh-tokoh tertentu atau kritik terhadap kehidupan sosial.
Bila kamu suka puisi, pasti kamu tidak asing dengan banyaknya puisi yang berpretensi untuk mengkritik kehidupan sosial, politik, hukum, pendidikan, budaya dan lain sebagainya. Tak jarang penyair yang demikian ini dibenci pemerintah, ditangkap, dipenjarakan, atau bahkan hilang entah kemana.
Setidaknya inilah yang dialami penyair besar seperti WS rendra (yang pernah ditangkap gara-gara syairnya) atau penyair yang saat ini namanya kembali terangkat melalui film; wiji thukul (yang hilang entah kemana).
Demikianlah, puisi-puisi serius di Indonesia cenderung merupakan anekdot yang berperan sebagai mata pisau kritik sekaligus cakrawala untuk membuka mata dan hati pembacanya.
Puisi anekdot lucu merupakan salah satu jenis puisi anekdot yang dibuat dengan bahasa atau peristiwa unik dengan sentuhan ‘main-main’ sehingga menimbulkan kesan lucu sekaligus pedas nan getir.
Bahasa lucu dalam puisi anekdot merupakan salah satu teknik penulisan puisi yang tujuannya tidak sesederhana untuk menimbulkan gelak tawa sebagaimana teks humor, namun lebih dalam dari hal itu, puisi anekdot lucu merupakan salah satu cara untuk berdamai dengan kehidupan yang keras dan pahit.
Adakah puisi anekdot yang tidak lucu? Banyak sekali, bila kamu baca puisi Saut Situmorang, misalnya, kamu akan menemukan nada kritik yang keras dan pedas dengan bahasa kasar yang puitik.
Sementara itu, penyair seperti Joko Pinurbo merupakan salah satu contoh penyair yang puisi-puisinya cenderung lucu namun penuh kedalaman (Joko Pinurbo sering mengeksplorasi wilayah spiritual dengan puisi naratifnya yang santai dan tak jarang menimbulkan senyum dan tawa sekaligus membuat pembacanya kembali berdialog dengan sisi kelam kehidupannya.
Seperti apa sih puisi anekdot lucu itu? Pada bagian berikutnya aku akan memberikan beberapa contoh puisi anekdot yang aku anggap lucu dan unik. Setidaknya menurutku ada unsur lucunya karena bagaimanapun juga sesuatu yang lucu sangatlah relative sehingga aku tidak terlalu yakin juga kalau puisi-puisi ini juga lucu buatmu.
Namun demikian, perlu teman-teman garis bawahi bahwa puisi anekdot lucu sangat berbeda dengan teks humor yang mungkin bisa membuatmu tertawa puas ketika membacanya; puisi anekdot lucu (bagiku) adalah suatu upaya untuk menertawakan hidup yang pahit.
Contoh Puisi Anekdot Lucu Dan Unik
Nah, pada bagian ini, aku akan memaparkan 7 judul puisi anekdot lucu dan unik sekaligus penafsiran singkat versiku. Sedikit untuk pengantar tafsir, menafsirkan puisi bisa dilakukan secara bebas, tetapi kita tetap perlu suatu sudut pandang atau satu titik fokus pembahasan untuk meruncingkan suatu pemaknaan.
Kenapa demikian? Bagiku, puisi bisa dimaknai dengan berbagai cara sebagaimana puisi itu sendiri memiliki makna yang tidak tunggal. Oke, inilah puisi-puisi lucu dan unik sekaligus penafsiran singkatnya:
pinterest.com
Monyet lucu berekor panjang
Berteriak nyaring meminta makan
Si Tamak lucu berjubah panjang
Berteriak nyaring di pinggir jalan
Kabarnya si Tamak ini keturunan singa
Yang mengaum ganas di bawah monas
Apalah artinya hidup tanpa bela agama
Meski bodo amat bikin tetangga panas
Mungkin Singa kurang minum
Sehingga agak hilang fokusnya
Maunya bela agama
Eh tapi malah hina pancasila
Kini Singa tamak itu kena getahnya
Jeruji besi sedang menunggunya
# # # # #
Membaca puisi tersebut langsung membuatku teringat pada kasus demonstrasi 212 dan kasus demonstrasi serupa setelahnya. Kasus ini sangat berbahaya, menurutku, karena membawa hal yang sangat sensitif; agama.
Kasus ini dikenal sebagai demonstrasi bela agama yang dipelopori oleh seorang ulama yang belakangan ini namanya sangat melejit; bukan karena gagasan agamanya yang menentramkan hati melainkan berbagaimacam tuduhan dan tuntutan yang dialamatkan padanya.
Boleh dibilang, puisi anekdot tersebut bisa dimaknai sebagai sindiran kepada tokoh ulama yang dimaksudkan di sini; setidaknya kita bisa menemukan pada kalimat bela agama dan menghina pencasila.
Hal tersebut sudah cukup sebagai syarat agar pusisi dengan gaya klasik tersebut menjadi sebuah teks anekdot karena puisi ini merekam fenomena nyata yang marak dalam berita.
Kenapa kok sindiran? Kita bisa menemukannya pada frase pengganti subjek ‘singa tamak’; barangkali kita tak asing dengan ajaran bahwa tamak itu bukanlah hal baik.
Sementara itu, si singa (sang ulama) disindir sebagai seseorang yang tamak mungkin karena ia tak puas dengan bela agama saja, melainkan merembet kemana-mana sampai muncul tuduhan bahwa ia adalah ulama penebar kebencian dan penghina simbol negara seperti mata uang rupiah baru dan pancasila.
Entah benar atau tidak, namun setidaknya hal tersebut membuat beliau berstatus tersangka dan hal ini sudah pasti membuat masyarakat menilai bahwa beliau tak hanya bela agama, tetapi juga telah kebablasan hingga menghina simbol negara.
Bilamana telah sampai pada penghinaan terhadap simbol negara, pastinya banyak pihak yang telah ia buat tersinggung mengingat simbol tersebut lahir dengan banyak pengorbanan; leluhur kita yang telah rela menyumbangkan nyawanya untuk kemerdekaan Indonesia (NKRI) sehingga bila tiba-tiba muncul tokoh yang tidak dikenal sebagai pahlawan bangsa tiba-tiba muncul dan menistakan simbol negara, hal ini bisa dinilai sebagai penghinaan terhadap pengorbanan para leluhur kita semua (dengan berbagai latar belakang budaya dan agama) bangsa Indonesia sehingga wajar bila ada yang tersinggung dan menuntutnya.
orientalbirdimages.org
Burung beo pintar bicara
Lagi asik nonton berita
Tapi kaget ia duduk di kursinya
Melihat kancil membuka aibnya
Langsung beo angkat bicara
Berkicau protes merasa dihina
Lain maksud lain nyatanya
Habis sudah beo dibuli masa
# # # # #
Puisi di atas menggunakan tokoh binatang sebagai metaphor untuk menyampaikan sidirannya; burung beo dan kancil. Entah kenapa, puisi tersebut mengingatkanku pada kicauan mantan presiden kita yang merasa (penafsiranku) bangsa Indonesia semakin kacau setelah ia tak lagi menjabat sebagai presiden.
Tentu kicauan tersebut menjadi viral dan banyak menuai kritik karena banyak pihak yang tidak sepakat dengan kicauan pak mantan tersebut.
Konon katanya, dan banyak yang menilai, pak mantan ini nggak bisa move on, lebay sekaligus baper. Hal itu disinyalir ia untuk mendongkrak elektabilitas anaknya yang sedang nyalon jadi gubernur.
Entah adegan politik macam apa ini namun anehnya setelah anak pak mantan ini gagal jadi gubernur, pak mantan belum lagi berkicau dengan kicauan yang mengundang perhatian masa.
pinterest.com
Sebut saja ia mawar,
gadis cantik gaul dari desa yang
mudik jadi mahasiswa di kota
Kabarnya si bapak telah habis sapinya
Demi menyekolahkan anak gadisnya.
Sesampainya di kota
Cita-cita lenyap entah kemana
Mawar cantik mulai kenal narkoba
Hiburan malam teman bermainnya.
Semester demi semester teralui
Hingga si mawar bukan mahasiswa lagi
Tapi boleh bangga karena mawar sudah mandiri
Berkat usahanya jualan diri
Entah mimpi buruk apa sang bapak malam itu
Melihat mawar pulang kampung
Agak besar badannya
Agak buncit perutnya
Mawar menangis minta ampun
Karena ia telah berbadan dua
Hamil oleh lelaki yang minggat entah kemana.
Beginilah cerita kecil dari negri impian
Gadis mawar nama samaran
Korban indahnya kota metropolitan
# # # # #
Puisi ini lebih bergaya bebas dari dua puisi sebelumnya dan lebih bersifat naratif yang mengkisahkan seorang gadis desa korban gemerlapnya kota. Apa sih yang dikritik dalam puisi ini? Apakah si gadis yang hamil? Apakah pendidikan? Apakah kehidupan di kota besar?
Cerita semacam itu bukan lagi hal yang semata-mata fiktif karena toh banyak yang telah mengalaminya dengan kisahnya masing-masing.
Mahasiswa tak hanya harapan masa depan bangsa namun juga komoditas yang menggiurkan bagi pasar-pasar hiburan. Betapa tidak, sebagian besar penghuni hiburan malam, cafe-cafe, restaurant, mall dan lain sebagainya di kota-kota besar adalah mahasiswa.
Ada juga beberapa dari mahasiswa yang hidupnya glamor di kota besar tersebut ternyata memiliki orang tua yang sengsara bekerja membanting tulang di desa demi menyekolahkan anaknya.
Menurutku problem yang diusung dalam puisi tersebut adalah persoalan identitas yang banyak memakan korban. Di kota besar, sebagai mahasiswa, tentunya ada hasrat lain selain belajar dan menuntut ilmu setinggi-tingginya. Semakin banyak seseorang melihat dunia, maka semakin banyak yang ia mau.
Si Mawar dalam puisi itu tentunya, boleh dibilang ingin mengeksplorasi batasan luar yang selama ini terlarang atau bahkan tidak ada di desanya. Apa sih tujuannya? Tentu saja kenikmatan; merasa nikmat jika orang lain melihatnya demikian dan merasa nikmat bila ia mengalaminya langsung.
Tetapi tentunya hal ini bukan semata-mata rasa nikmat, melainkan juga disertai dengan perasaan menjadi bagian dari ‘dunia seksi’ yang tampaknya keren; dengan demikian ia merasa menjadi manusia.
Namun setiap pilihan tentunya ada kosekuensinya. Si mawar kecanduan dan harus berbuat sesuatu untuk mengisi rasa haus yang ia dambakan, bahkan jika perlu menjual diri. Sampai di titik ini si Mawar boleh dibilang telah menjadi korban dari dunia yang ia eksplorasi.
pirorm deviantart
Pagi ini ia harus buru-buru dandan
Seusai bangun tidur dan cuci muka
Maklum, hari sudah mulai hangat
Dan sebentar lagi mulai rapat
Pastinya ia tak boleh telat.
Ribet jadi PNS, apalagi seorang bupati perempuan
Dandan adalah hal yang wajib
Entah oleh sebab apa; mungkin karena dandan ia diangkat jadi bupati
Selama 9 tahun menjabat, mungkin sudah 9 kilogram bedak
Dan 9 kilometer lipstick telah dihabiskan untuk menambal wajahnya
Tetapi entah kenapa pagi ini wajahnya tidak tampak di cermin
Mungkin ia masih mengantuk
sudah dua hari dua malam
Ia lupa tidur karena harus mengetik laporan; bukan laporan pekerjaan
Melainkan laporan harta simpanan.
Susah memang jadi orang kaya;
dua hari tak cukup untuk sekedar merinci jumlah uang,
kalung dan gelang,
tanah dan ladang,
maka ia mencuci muka sekali lagi karena mandi sudah tak sempat lagi
lantas ia buru-buru menghampiri cermin dan tak ia temukan wajahnya di sana
apakah ini karma? Batinnya cemas
tapi ia tak hilang akal, tanpa cermin ia masih bisa berdandan
tangannya sudah hafal bagaimana menumpuk bedak dan lipstick di wajahnya
seusai berdandan barulah wajahnya tampak di cermin
lho kok tak seperti kemarin? Batinnya
ah sudahlah, yang penting wajah dandan
tak penting bila beda hari beda bentuknya
lantas ia buru-buru pergi ke kantor
tak lupa menyapa setiap orang yang dijumpainya
tapi aneh; kok orang-orang tidak seperti biasanya?
Ah sudahlah, ia bergegas masuk ke dalam ruangannya.
Selang beberapa lama, dua orang satpam datang
“Maaf, ibu ada kepentingan apa ya masuk ruangan bupati?”
“Lho ini kan ruangan saya?”
“Jangan main-main! Ibu bupati sudah dua hari ini jadi buronan KPK.
Anda ini siapa?”
“Saya ini bupati, kalian kok berani-beraninya lancang seperti itu?”
Satpam itu tertawa, pagi-pagi sudah menangkap orang gila
“maaf, kami harus membawa ibu ke kantor polisi,
Sudah jelas wajah ibu beda dengan wajah bupati kami”
Percuma ia dandan pagi itu
Toh tak seorangpun mengenalinya
Beruntung polisi tak jadi menahannya
Karena menyangka dirinya gila
Lantas ia pulang ke rumah
Sesampainya ia diujung gang masuk rumahnya
Ia melihat kerumunan pelayat sudah berbondong-bondong datang
Siapa yang meninggal? Pikirnya
Maka ia bertanya pada seseorang yang sedang berjalan kaki dan
berpakaian hitam, “Maaf pak, siapa ya yang meninggal dunia?”
“Oh, tadi pagi ibu bupati meninggal dunia!
Konon beliau minum racun serangga!”
# # # # #
Yang menarik dari puisi tersebut menurutku adalah metafora wajah yang dipertemukan dengan jabatan sebagai kepala daerah.
Dengan semena-mena aku menyatakan bahwa pejabat korup selalu berwajah lebih dari satu; wajah yang satu untuk menipu dan wajah yang satunya lagi adalah wajah untuk menutupi wajahnya yang penipu itu.
Puisi tersebut oleh dibilang rumit dan membingungkan dengan bangunan metafora yang menopang isi teksnya, namun dengan mengabaikan segala ambivalensi yang ada didalamnya, toh kita tetap diantar pada wacana bahwa pejabat korup harus rajin berdandan dalam pengertian pandai-pandai menyembunyikan keburukannya; dandan dalam hal ini bisa dimaknai sebagai mempercantik yang sebenarnya tidaklah cantik.
Bilamana ia tertangkap basah sebagai koruptor, tentunya ia telah kehilangan muka; orang tak lagi memandangnya sebagai sosok pemimpin melainkan sosok yang sangat rendah; orang gila (gila harta, gila tahta, dan gila yang lain-lainnya)
Maka tak heran jika pencuri uang rakyat ini sering mendapatkan doa yang buruk dari rakyat; “mati saja kau ini”!!!
youtube.com
Angin nakal tadi sore telah mencuri atap rumahnya
Kini mendung dan mungkin sebentar lagi hujan
Lelaki itu menatap istrinya yang sedari tadi sibuk di dapur
Bersiap untuk menanak butiran hujan.
Tak ada yang bisa dikatakan lelaki itu,
tubuhnya terlalu basah dan kedinginan
sang istri tertidur pulas di atas meja
sambil mendekap anak lelaki satu-satunya
sambil menunggu banjir segera surut
ah, sebaiknya memancing saja, pikir lelaki itu
maka lelaki itu mengendap-endap mencari joran dan kail
tapi tak ada umpan, tak ada cacing, tak ada apapun
barangkali di kulkas, pikir lelaki itu
maka ia membuka kulkas dan menemukan seonggok lumpur yang belum ia bersihkan sejak tiga hari yang lalu.
bodo amat, yang penting ada yang dikerjakan
maka lelaki itu memancing di teras rumah
berharap mendapatkan bantal
atau selimut yang hanyut
atau bahkan TV
sambil memancing, sambil menunggu, akhirnya lelaki itu tertidur juga
ia bermimpi bantuan telah tiba
ia mendapat berkardus-kardus, mungkin makanan, mungkin mie instan
petugas pergi, lalu lelaki itu membuka kardus
dan hanya mendapati tulisan “MAAF ANDA BELUM BERUNTUNG”
lelaki itu tersenyum dalam tidurnya,
ia telah lelah dan sebentar lagi akan menyusul istrinya
yang sejak tadi telah pergi duluan ke surga.
# # # # #
Puisi tersebut menurutku unik karena mengkisahkan kisah sedih dengan cara yang demikian. Tapi yang jelas, puisi ini sepertinya merujuk pada korban banjir yang tak mendapatkan perhatian pemerintah atau tak mendapatkan bantuan sama sekali; di daerah miskin dan terisolasi hal ini sangat mungkin dan sering terjadi dimana para korban hidup dalam ketegangan dan mimpi-mimpi akan datangnya bantuan.
Namun dalam kondisi seperti itu, bantuan kadang tak datang atau datang terlambat sehingga telah ada korban. Mau bagaimana lagi, keluarga korban seperti dalam puisi tersebut tentunya hanya bisa pasrah dan menikmati datangnya kematian yang mendekat perlahan-lahan.
pinterest.com
Sudah tiga hari Mukijo tidur dalam becaknya
Menunggu penumpang yang entah kapan datangnya
Zaman sudah berubah dan becak tak lagi boleh singgah
Di kota super besar yang berdiri pongah
Mukijo satu-satunya orang yang berkeras hati
ingin mengayuh becak sampai mati
sementara becak-becak lain telah pensiun
dilarung jauh di tengah laut.
Sambil demam Mukijo meringkuk menunggu penumpang
Di ujung jalan sebelah kuburan
Di sanalah Mukijo tidak dilarang mengayuh becak
Asal tetap tidak berpindah tempat
Bagaimana Mukijo bisa melanjutkan hidupnya
Bila penumpangnya hanyalah debu dan daun-daun berguguran?
Tetapi Mukijo Berkeras hati
Untuk tetap mengayuh becaknya sampai mati
Sore itu Mukijo beruntung,
Ada seorang kakek-kakek minta diantar dengan becaknya
“Mau kemana kek?” tanya mukijo
“Tolong antar saya ke kuburan”
Meski heran, tapi Mukijo terlampau senang
Karena sudah dapat penumpang.
Sesampainya di kuburan
Mukijo berkata, “sudah sampai kek”
Tetapi penumpangnya diam saja tidak menyahut
Lantas bingung Mukijo dibuatnya
Karena kakek sudah sampai di tujuan
Mau tak mau Mukijo menggali kuburan
untuk sang kakek penumpang terakhirnya
Lantas Mukijo melanjutkan tidur di dalam becaknya
mungkin untuk waktu yang lama
di dalam mimpi Mukijo bertemu kakek yang sore tadi telah ia kubur
sang kakek berkata, “Terimakasih sudah mengantar kakek dengan selamat”
“Sama-sama kek”
“Mari masuk ke dalam rumah kakek untuk membawa upahmu”
“Rumah kakek besar sekali”
“Kamu tampak lelah, sekali-kali tidurlah di dalam rumah”
Lalu Mukijo tidur pulas di ranjang kakek dengan mimpi yang indah.
Malam itu orang-orang berkerumun
mengelilingi becak Mukijo yang telah sepi.
# # # # #
Puisi tersebut mengingatkanku pada peristiwa beberapa tahun silam di Jakarta di mana becak mulai dilarang; bila ada tukang becak yang memaksa, maka becaknya akan disita dan dibuang kelaut untuk dijadikan terumbu karang.
Kisah sedih si Mukijo ini sekaligus menjadi tanda bahwa pemerintah tak memberi kesempatan bagi si miskin untuk bertahan hidup. Alasan becak digusur adalah karena becak menimbulkan macet dan yang merasa macet adalah para pemilik kendaraan bermotor khususnya mobil alias orang berduit.
Jika ditinjau dari sisi ekonomi, tentunya orang-orang berduit ini lebih menguntungkan negara jika dibandingkan dengan tukang becak yang bikin macet dan menghambat pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu becak harus disingkirkan demi kemakmuran bangsa. Apakah tukang becak yang kehilangan becaknya lantas bisa hidup makmur? Tentu tidak.
Mukijo adalah metafora salah satu korban yang tak lagi bisa mendapatkan pekerjaan lain kecuali mengayuh becak. Mungkin berlebihan, tetapi ada lho yang ‘selesai’ setelah becak dilarang beroperasi. Apakah pemerintah bertanggung jawab? Mungkin iya, tetapi tak sampai karena faktor entahlah.
pinterest.com
Sarimin telah berkali-kali digusur
Dan telah berkali-kali pindah alamat
Hanya saja ia sial
Selalu mendapat tempat yang tidak tepat
Sore ini sekali lagi Sarimin digusur
Oleh ratusan satpol PP yang berwajah garang
Apa boleh buat, kardus ia lipat
Satu-satunya rumah yang paling praktis dan hangat
Setidaknya bagi dirinya yang harus tidur sambil lari-lari
Di bawah jembatan, sarimin masih punya harapan
Disitu ia tak perlu khawatir mendirikan rumah
Sekaligus toilet dan kamar mandi
Tapi sayang kolong jembatan telah penuh
Sehingga Sarimin tak punya tempat buat berteduh
Padahal hujan sedang deras-derasnya
Sarimin sembunyi dibawah pohon
Sambil mendekap kardus ia berdoa agar menjadi pohon manga
Setidaknya pohon manga punya rumah
Dan dicintai karena berbuah
Hujan tak kunjung reda
Sungai meluap hingga kolong jembatan
Menghanyutkan rumah kardus
Dan mimpi-mimpi penghuni kolong jembatan
Diam-diam Sarimin bersyukur
Karena tak jadi tinggal di sana
Setidaknya Sarimin masih punya kardus yang ia dekap erat sejak tadi
Sarimin berharap suatu hari ia digusur oleh gubernur yang baik hati
Agar mendapat sedikit ganti rugi
Sepetak kamar yang nyaman dan aman
untuk dirinya dan kardus kesayangannya;
Satu-satunya kenangan yang tak akan ia buang.
Tapi apalah kini, gubernur idola Sarimin sedang tersandung jubah
Dan membuat hatinya gundah
Apa boleh buat, khayalan hanya khayalan
Dan Sarimin tertidur pulas di bawah pohon manga,
Di bawah hujan
dan malam minggu yang tergenang air.
# # # # #
Senada dengan puisi sebelumnya yang bercerita tentang kehidupan tukang becak, puisi ini juga mengkisahkan orang-orang yang hidup dalam keterpurukan seperti yang digambarkan melalui tokoh Sarimin.
Banyak orang yang datang ke kota besar seperti Jakarta untuk mengadu nasib dan berharap akan mendapatkan kehidupan yang lebih baik namun ternyata hanya menjadi gelandangan di Jakarta. Nasibnya sudah jelas; ia akan digusur karena tidak memiliki tanah untuk didirikan atap buat berteduh dan berlindung dari kerasnya kehidupan.
# # # # #
Baiklah kawan-kawan, itulah puisi anekdot lucu dan unik serta tafsir singkatnya yang bisa aku hadirkan buatmu. Semoga puisi dan tafsir ini bermanfaat buatmu.
Bilamana kamu-kamu sekalian ingin membaca teks anekdot lain, maka kamu bisa buka link berikut ini: kumpulan teks anekdot atau bila kamu ingin tahu lebih jauh perbedaan antara anekdot dengan cerita lucu, kamu bisa membacanya pada link berikut: perbedaan anekdot dan cerita lucu. Oke, sampai jumpa pada artikel anekdot lainnya ya.